Menjadi seorang sarjana merupakan suatu kebanggaan. Bukan hal yang mudah dalam perjalanannya ketika memulai status sebagai mahasiswa hingga pada akhirnya dianggap layak untuk menyandang gelar di akhir nama.
Diperlukan banyak sekali perjuangan serta pengorbanan dalam mempersembahkan identitas baru yang berawalan huruf "S." (baca sarjana) dan terus akan difungsikan sebagai pelengkap narasi untuk berbagai kebutuhan.
Perjalanan yang demikian merupakan sebuah perwujudan berbagai fenomen dan elemen dari spirit keilmiahan, salah satunya ialah lingkup kepustakaan.
Kepustakaan dan berbagai aspeknya menjadi satu elemen yang teramat penting dalam penyusunan karya ilmiah sebagai prasyarat menjadi seorang sarjana.
Para mahasiswa yang menghendaki dirinya untuk kemudian lulus, sekonyong-konyong telah sedikit banyak mengubah habbit dirinya untuk menjadi seorang pemustaka.
Pemustaka dalam pendefinisiannya ialah seseorang yang mempergunakan layanan dan berbagai fasilitas perpustakaan, dan sudah barang tentu dalam suatu penulisan karya ilmiah dibutuhkan banyak referensi bacaan dan sitasi dari karya ilmiah lain yang agaknya mendukung dan relevan.
Namun, apakah habbit menjadi pemustaka ini cukup menjadi hal yang berkelanjutan setelah para mahasiswa telah dianggap lulus dalam pengujian tugas akhir karya ilmiahnya? Saya mencoba melakukan riset yang sangat sederhana dengan menanyakan teman sejawat dan para sarjana yang telah lulus di beberapa tahun kebelakang, dan jawaban yang saya dapati tidak begitu memuaskan. Saya menanyakan terkait kapan terakhir kali kembali menggunakan layanan perpustakaan dan buku terakhir apa yang sudah dibaca.
Tidak banyak para sarjana yang langsung menjawab dan menyebut judul buku. Sedikit yang termenung dan memikirkan buku-buku apa yang sudah dibaca selama satu minggu terakhir. Ada juga yang menjawab disertai tertawa kecil bahwa buku yang terakhir dibaca adalah buku yang digunakan untuk menunjang revisi karya ilmiahnya.
Apa yang saya temui mungkin kasus sederhana bagi sebagian orang. Akan tetapi, saya berharap ada riset yang lebih serius yang dapat memecahkan dan memetakan bagaimana habbit para sarjana yang cukup baik sebagai pemustaka ini menjadi berkelanjutan setelah ia lulus. Apakah sebab lokasi perpustakaan yang terlalu jauh dari rumah atau lokasi kantornya? Kalau iya, apakah berarti kuantitas dan pemerataan akses literasi perpustakaan terlalu sedikit untuk hari ini? Di sisi lain, jika memang tidak ada waktu untuk pergi ke perpustakaan apakah membaca masih menjadi suatu habbit yang harus dipegang bagi seorang sarjana? Jika iya pun, apakah industri dan perusahaan tempatnya bekerja mendukung hal ini? Lebih lanjut, apakah buku yang beredar hari ini dapat mudah untuk diakses? Atau bahkan, apakah buku masih menjadi terlalu barang yang cukup mahal dan mewah jika melihat dari pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia? Sungguh, akan sangat menarik jika persoalan ini dapat dijawab sehingga para sarjana muda Indonesia mendapat akses mudah ke perpustakaan dan buku-buku yang mewarnai pemikirannya.
Membaca bagi para sarjana seharusnya bukan lagi dianggap sebagai minat, yang pada akhirnya setelah selesai tugas akhir menganggap membaca bukanlah suatu hal yang penting. Membaca merupakan keharusan yang perlu dirakusi dan ditekuni. Sarjana yang pemustaka merupakan cermin keberhasilan bahwa suatu kampus tidak hanya dapat mencetak kertas ijazah, tetapi juga dapat mencetak habbit para sarjana yang membaca serta penuh gairah. Namun, sarjana yang pemustaka ini agaknya sulit diwujudkan tanpa adanya dukungan kebijakan politik dan kerjasama dari berbagai pihak yang lebih memberi perhatian terhadap pengadaan perpustakaan yang memadai dan buku-buku yang berkualitas. Sarjana yang pemustaka menjadi satu poin yang cukup penting bagi saya sebab, implementasi kurikulum merdeka dalam mencetak profil pancasila menuntut kita untuk menjadi seorang pelajar sepanjang hayat, dan harus sama-sama dipahami lebih jauh bahwa lokus persemaian peradaban dewasa ini bukan lagi hanya terbatas di dalam bangku perkuliahan, tetapi di mana pun akses literasi baik itu yang konvensional maupun digital didapatkan.