Lihat ke Halaman Asli

Indonesia dan Politik Komoditas Minyak Bumi Imperialisme

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetapi kapitalisme tidak hanya akanmenjadi kapitalisme, sedangkanimperialisme pada sebuah tahapan tertentu dan paling tinggi merupakanperkembangan dari kapitalisme, ketika beberapa karakteristik fundamentalnya (kapitalisme) mulai berubah menjadi kebalikannya…secara ekonomi, hal utama di dalam proses ini adalah pergeseran kapitalisme persaingan bebas oleh kapitalisme monopoli. Persaingan bebas adalah fitur utama dari kapitalisme dan produksi komoditas secara umum; monopoli adalah kebalikan dari persaingan bebas, menciptakan industri skala-besar dan menggeser industri kecil, menggantikan industri skala-besar dengan industri yang berskala bahkan lebih besar, dan membawa konsentrasi produksi dan kapital ke sebuah titik dimana darinya telah tumbuh dan sedang tumbuh monopoli: kartel-kartel, sindikat-sindikat, dan perserikatan-perserikatan perusahaan, dan lalu mereka merger dengan kapital dari lusinan bank yang memanipulasi ribuan juta dolar. Pada saat yang mana, monopoli-monopoli ini, yang telah tumbuh dari persaingan bebas, tidak menghapus persaingan bebas, tetapi eksis di atasnya dan bersamanya, dan oleh karenanya menyebabkan sejumlah antagonisme-antagonisme, friksi-friksi, dan konflik-konflik yang sangat akut dan intens. Monopoli adalah transisi dari kapitalisme ke sebuah sistem yang lebih tinggi.  (Lenin)

Secara ringkas, kita bisa menempelkan definisi di jidat mereka bahwa imperialisme adalah tahapan monopoli dari kapitalisme. Pembelahan duniamerupakan peralihan metode dari sebuah kebijakan penjajahan yang telah meluas tanpa halangan ke Negara-negara yang belum direbut oleh kekuatan kapitalis, ke sebuah kebijakan penguasaan dan kepemilikan monopoli produksiatas seluruh Negara-negara di dunia, yang telah dibagi-bagi sepenuhnya.Jagad bumi ini dibelah oleh kekuatan dominan menjadi dua blok, blok yang mengeksploitasi dan blok yang diekploitasi. Atau, bahasa lainnya adalah, ada yang kaya dan miskin. Kekuatan dominan tersebut diwakili oleh imperialisme, atau Negara-negara penjajah modal yang hidup dengan merampok kekayaan Negara lain. Adalah Indonesia, yang sejak tahun 1965 mengabdikan diri menjadi pengikut (budak) dari Negara penjajah modal. Di Indonesia, SBY-Boediono dan parlemen berikut elite politiknya (sebagai pelaksana Negara) sedang berjalan di atas prinsip-prinsip yang mengabdi pada imperialisme, menyerahkan segala sumber keuntungan Negara pada kepentingan Negara penjajah tersebut; sumber daya alam dan sumber daya manusianya, minyak bumi dan tambang mineralnya dijual murah, ada yang gratis bahkan. Tidak hanya itu, pasar minyak dunia juga dikendalikan oleh nagara imperialis, mengatur perekonomian dunia dengan cara neoliberal dan perang, untuk menguasai Negara lain. Harga barang dan uang bisa dikendalikan mereka. Imperialisme dalam pengertian sekarang telah melakukan serangkaian aturan dan metode menjajah melalui kapital industri dan kapital finansial. Pandangan di atas merupakan bantahan Lenin terhadap Kautsky yang dalam makna Kautsky, imperialisme adalah penjajahan Negara kapitalis industrial terhadap Negara-negara agraria saja, yang kepentingan imperialisme (penjajahan) bisa tidak terkait dengan kepitalisme. Sedangkan Lenin sendiri memiliki analisa yang lebih jauh, yaitu, melihat bahwa imperialisme melakukan penjajahan melalui kapital finansial ke Negara-negara jajahannya. Dan, pada perkembangannya secara lebih mendalam, Negara-negara imperialis tidak sekedar melakukan ekspansi finansialnya, akan tetapi juga mengambil dan menguasai bentuk-bentuk politik Negara tersebut, intervensi kebijakan nasional (UU), bahkan mengatur komoditas apa yang diproduksi Negara tersebut. Ini sama dengan metode perdagangan jaman feodalisme dimana para raja pula yang berhak mengatur tanaman apa saja yang boleh ditanam oleh rakyat. Inilah politik komoditas imperialis yang berperan mengatur/menentukan jenis barangnya, besarannya dan pasarnya. Untuk bisa melakukan politik komoditas tersebut, imperilisme secara umum bermaknasebuah tendensi menuju kekerasan dan reaksi.

Sementara, untuk mencapai imperialisme, negeri-negeri kapitalis tidak dengan mudah menyandang definisi tersebut karena, dalam mencapai tahap imperialisme, para negeri penjajah harus melakukan, (menurut Lenin): 1. Karena dunia telah terbagi-bagi, maka memaksa mereka yang memikirkan pembagian-ulang(redivision) daerah jajahan untuk meluas, dan, 2. Karakter utama dari imperialisme adalah persaingan antara beberapa negara besar untuk meraih hegemoni, yakni perebutan teritori bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk melemahkan musuhnya dan melemahkan hegemoni musuhnya. Dari peryataan tersebut terlihat bahwa dalam kenyataannya persaingan antar negeri imperialis untuk mamatok-matok Negara jajahannya telah mengobarkan permusuhan, perang dan memeras Negara jajahan (termasuk Indonesia) hingga kering kerontang. Mereka membangun lembaga-lembaga donor dunia/kreditor, perangkap utang, monopoli antar kawasan/regional, menetapkan garis besar pembangunan di Negara-negara miskin yang disesuaikan dengan kepentingan investasi, dan, perang (lihat Iraq, Afghanistan, Libya, dll adalah hasil dari kobaran perang antar negeri imperialis).

Teori Lenin tentang kerja-kerja imperialisme dirangkum dalam hal berikut:

1.Konsentrasi produksi dan kapital telah berkembang ke sebuah tahapan yang begitu tinggi sehingga menciptakan monopoli-monopoli yang memainkan sebuah peran menentukan di dalam kehidupan ekonomi;

2.Merger antara kapital perbankan dan kapital industrial, dan pembentukan, berdasarkan “kapital finansial”, ini sebuah oligarki finansial;

3.Ekspor kapital, yang berbeda dari ekspor komoditas, menjadi jauh lebih penting;

4.Pembentukan asosiasi-asosiasi monopoli kapitalis internasional yang membagi dunia di antara diri mereka sendiri, dan

5.Pembagian teritorial dari seluruh dunia oleh kekuatan-kekuatan kapitalis terbesar telah selesai.

Melawan kenaikan harga BBM juga bentuk perlawanan terhadap kapitalisme, oleh karena itu maka melawan pula kita terhadap imperialisme. Mengganti rezim agen imperialis dimanapun (yang saat ini direpresentasikan SBY-Boediono) adalah cara menghambat laju imperialisme.

Kenaikan harga BBM di Indonesia yang direncanakan akan jatuh pada 1 April 2012 nanti merupakan bentuk dari tunduknya rezim SBY-Boediono dan parlemen kepada Negara penjajah modal. Jika dilihat kenyataannya, minyak dan sumber daya alam kita begitu melimpah baik yang sudah dieksploitasi maupun yang dalam tahap eksplorasi. Kini, minyak masih menjadi sumber energi utama, oleh karenanya membutuhkan lebih banyak produksi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Cadangan minyak yang merupakan jantung dari bisnis perminyakan umumnya dikategorikan dalam kelompokunproven (diyakini ada namun belum ditemukan) dan proven (terbukti keberadaannya dan dapat dieksplorasi) dengan derajat keyakinan tertentu. Akibat perkembangan teknologi, seringkali ladang minyak berstatus  unprovendapat mengalami kenaikan peringkat menjadi proven, seperti halnya terjadi pada ladang minyak Cepu. Proven resources dengan tingkat kesulitan eksplorasi terendah, praktis kini telah habis dieksploitasi dan menyisakan daerah dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Oleh karenanya diperlukan teknologi yang lebih mahal. Padahal selama ini, sumur minyak bumi kita telah habis-habisan dikuras oleh Negeri-negeri imperialis. Belum lagi, kemampuan tehnologi nasional belum bisa efektif untuk menggali minyak dari kategoriunproven (diyakini ada namun belum ditemukan/dilakukan pengeboran), missal, pengeboran minyak laut dalam, tehnologi kita belum sanggup, dan masih mengandalkan Negara lain. Sementara hingga saat ini, upaya untuk menyangga produksi melalui produksi lapangan baru, sangat bergantung kepada kinerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), di lain hal, proyek produksi minyak tersebut dalam tehnisnya ditenderkan juga kepada pihak investor baik dalam maupun luar negeri, tidak dikelola mandiri seperti yang dilakukan oleh Negara yang sedang membangun proyek sosialisme yaitu Venezuela.

Dari data yang ada, saat ini Indonesia memiliki sekitar 60.000 sumur minyak yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sementara pemerintah melalui kementerian ESDM menyatakan bahwa cadangan minyak Indonesia sekitar 4 Miliar barrel untuk 10 tahun mendatang. Lalu, selain 60.000 sumur minyak kita, dan seluruh potensi sumber daya alam tambang-mineral lain, mengapa bisa cadangan energi minyak kita selalu kurang bahkan produksinya berkurang 8% tiap tahun? Ini adalah problem politik, problem kebaranian pemerintah melawan Negara penjajah, oleh karena itu juga merupakan problem keberanian rakyat melawan pemerintahan agen imperialis.

Selain problem rendahnya tehnologi, jika dari analisa di muka, terdapat juga persoalan lain yaitu adanya politik komoditas minyak oleh Negeri Imperialis sehingga menyebabkan sulitnya Indonesia menolak aturan pasar minyak dunia. Logika mudahnya, kita produsen minyak besar dunia, jika harga pasar naik, kenapa Negara ikut panik? Artinya, meskipun harga pasar naik, karena kita produsen besar minyak juga maka, seharusnya kita tetap bisa profit. Anomaly tersebut merupakan konsekuensi dari Negara yang tersubordinasi. Celakanya lagi, rezim SBY-Boediono dan parlemen tak pernah mau keluar dari jalur tersebut. Indonesia menjadi Negara pengabdi perusahaan dan pengabdi imperialisme, menjalankan sistem ekonomi neoliberal yang dipaksakan oleh perusahaan/negara metropolitan yang menjadi kekuatan imperialisme dunia.

Kita meninggalkan banyak persoalan yang belum bisa kita selesaikan sebagai Negara yang ingin bebas dari kapitalisme-imperialisme. Bahwa “nasionalisme saja tidak cukup untuk melawan. Bisa saja secara abstrak kita mengatakan bahwa nasionalisme adalah jalan untuk menghadang imperialisme, namun, menurut pengertian Lenin, imperialisme di dalamnya menggunakan kapitalisme sebagai landasan penjajahan sehingga, jika ingin mengentaskannya maka perubahan dasar dari jalan baru tersebut harus sanggup membebaskan diri dari syarat hidupnya kapitalisme. Salah satu yang (secara mendalam dan menyeluruh) mempunyai kekuatan untuk lepas dari syarat-syarat kapitalisme adalah sosialisme.

Maka, menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono saja tidak cukup tanpa ada perubahan secara radikal sistem ekonomi-politiknya (revolusi).

Kenyataan sekarang, kemiskinan, kesengsaraan, dan nestapa hidup yang dialami rakyat makin meluas, makin menembus batas-batas lapisan masyarakat, bahkan, tidak sedikit lapisan kaum menengah ‘turun level’ menjadi kategori bawah. Sementara, yang miskin semakin terlempar keluar dari tingkat/lapisan bedasar ukuran ekonomi. Artinya, yang miskin semakin banyak, sementara dari media informasi yang ada menunjukkan bahwa 40 orang terkaya Indonesia sedang pamer kekayaan, mereka memiliki miliaran pendapatan per-tahun-nya. Sementara, lapisan terbawah (dalam ukuran ekonomi) di masyarakat terus bergerak, berjuang menuntut kesejahteraan sosial, pemerataan ekonomi, keadilan hukum, demokrasi. Pemerintah melalui aparat militernya menyambut dengan penjara, tuduhan subversi dan represi.

Apakah rakyat miskin bisa merubah nasibnya tanpa bergerak dan persatuan? Sangat tidak bisa. Sehingga, jika kesejahteraan, pemerataan ekonomi dan demokrasi yang diidam-idamkan bisa berwujud maka, harus ada tindakan politik, pergerakan dan bergerak menghancurkan musuh rakyat yaitu pemerintahan agen imperialis SBY-Boediono, parlemen dan elite politik borjuis, sistem ekonomi kapitalis dan menggantinya dengan pemerintahan baru yang mendasari dirinya pada bentuk baru sistem ekonomi-politik, pembebasan nasional untuk sosialisme, dalam makna, menguasai pemerintahan/Negara dan kemudian membangun Negara dengan program-program kerakyatan berupa:pembangunan industrialisasi (pabrik) nasional di bawah kontrol rakyat, hapus utang luar negeri, nasionalisasi industri & pertambangan asing di bawah kontrol rakyat, nasionalisasi industri perbankan di bawah kontrol rakyat, tangkap,adili dan sita harta koruptor dengan melibatkan partisipasi rakyat, pajak progresif bagi perusahaan-perusahaan besar. Program tersebut akan terlihat seperti "jauh api dari panggang" selama kabangkitan kesadaran rakyat menentang imperialisme dan meyakini (dengan kesadaran sebagai hasil dari propaganda kaum gerakan/pelopor) dan menerima pengertian jalan keluar berupa pembebasan nasional untuk sosialisme belum dimiliki rakyat. Sementara, program di atas adalah program untuk melakukan pembiayaan Negara dengan tujuan kesejahteraan ekonomi, sehingga bisa untuk membiayai rakyat dalam pendidikan, kesehatan, dll sebagai syarat utama peningkatan tenaga produktif.

Maka, ayo rakyat berjuang, mengajak seluruh rakyat yang lain di terminal, stasiun, pasar-pasar, perkampungan kumuh untuk menyatakan diri melawan pemerintahan agen imperialisme SBY-Boediono, menolak kenaikan harga BBM. Kami menyerukan juga agar seluruh rakyat terlibat dalam setiap demonstrasi-demonstrasi yang digelar oleh gerakan mahasiswa, buruh, tani, dsb. Bergabung, dan merubah keadaan (bp).

Salam Juang!

Terus Berkobar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline