Korea Utara sebagai negara penghasil dan pemilik nuklir terbanyak di Asia terutama di Asia Timur terbilang menjadi ancaman serius bagi kawasan semenanjung Korea dan kawasan Asia Selatan. Terlebih karena adanya kemitraan pertahanan baru Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Korea Utara yang dapat berdampak besar pada keamanan global, termasuk kemungkinan mengubah keseimbangan militer di Asia Timur Laut. Kunjungan tersebut berisikan kerjasama bantuan teknologi yang lebih banyak oleh Moskow kepada Korea Utara yang bertujuan untuk mendukung program nuklir dan rudal serta tawaran dari Putin untuk mengirimkan senjata yang lebih canggih bagi negara tersebut. Hal tersebut memungkinkan Rusia untuk secara tidak langsung terjun dan ikut serta dalam pertempuran dan konflik yang ada semenanjung korea serta kawasan indo-pasifik. Kekhawatiran pun dirasakan bagi negara sekitar kawasan tersebut terutama bagi Jepang dan Korea Selatan yang membuat dinamika perubahan geopolitik makin rumit dan sulit untuk diprediksi serta diantisipasi. Mengingat Korea Utara yang sering melakukan uji coba rudal maupun rudal balistiknya (intercontinental ballistic missile/ICBM) di sekitar perbatasan kawasan tersebut yang yang terhitung pada tahun 2023 sebanyak 33 kali uji coba. Menyikapi situasi yang semakin memanas di kawasan Semenanjung Korea tersebut diadakanlah pertemuan trilateral yang terdiri dari 3 negara yaitu AS, Jepang, dan Korea Selatan.
Puncak dari pertemuan bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 18 Agustus 2023 yang dihadiri oleh para pemimpin Amerika Serikat, Jepang, dan Republik Korea (ROK) juga digadang-gadang sebagai pembuka era baru dalam kerjasama trilateral di antara ketiga negara sekutu tersebut. Perhatian utama dari kerjasama trilateral ini adalah keamanan regional Jepang dan Korea Selatan dimana kedua negara ini dihadapkan oleh ancaman langsung dari Korea Utara dan seperti yang diketahui mereka berada dalam jangkauan rudal balistik Korea Utara menjadikan mereka sebagai target yang empuk dan rentan terhadap serangan nuklir. Kerjasama trilateral ini juga bertujuan untuk memperkuat aliansi militer dan pertahanan yang kuat dengan AS dimana kerjasama ini mengandalkan sistem pertahanan yang canggih dan kekuatan militer AS dalam pencegahan ancaman nuklir bagi kedua negara tersebut. Penanggulangan proliferasi nuklir juga tidak luput dari tujuan pembahasan pertemuan trilateral tersebut yang bertujuan menjaga stabilitas kawasan Asia Timur dan mencegah proliferasi nuklir.
Dari pertemuan trilateral ini terdapat beberapa langkah-langkah kerjasama yang dilakukan diantaranya, latihan militer bersama secara rutin antar tiga negara tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapan dan interoperabilitas dalam menghadapi potensi ancaman nuklir atau rudal balistik dari Korea Utara. Latihan ini melibatkan sistem pertahanan rudal, pertempuran angkatan laut, dan latihan anti-kapal selam. Menerapkan dan memperketat sanksi ekonomi internasional terhadap Korea Utara melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menjadi cara untuk menekan Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya dan turut kembali ke meja perundingan diplomatik. Kerja sama berbagi intelijen juga telah diperkuat, terutama melalui Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA) antara Korea Selatan dan Jepang, yang memungkinkan kedua negara untuk berbagi informasi rahasia dari satelit, radar, dan sumber lain yang terkait dengan kegiatan nuklir dan rudal Korea Utara. Terakhir tidak lupa juga ketiga negara tersebut juga ikut mendukung diplomasi internasional untuk menyelesaikan masalah nuklir. Korea Utara, baik melalui forum bilateral maupun trilateral, atau melalui Perundingan Enam Pihak dengan Tiongkok dan Rusia walaupun disayangkan progres tersebut tidak memberikan hasil yang signifikan.
Ancaman nuklir di Semenanjung Korea juga memiliki implikasi serius bagi perdamaian dunia. Korea Utara telah mengembangkan program nuklirnya selama beberapa dekade dan melakukan serangkaian uji coba nuklir dan rudal, yang meningkatkan ketegangan tidak hanya kawasan tapi juga seluruh dunia. Dengan kemampuan nuklir yang semakin maju, Korea Utara tidak hanya mengancam negara-negara tetangganya seperti Korea Selatan dan Jepang, tetapi juga menimbulkan risiko keamanan global karena potensi penggunaan senjata nuklir di masa konflik. Ambisi nuklir ini memicu perlombaan senjata di kawasan dan menimbulkan kekhawatiran proliferasi nuklir yang dapat menyebar ke negara-negara lain. Program nuklir Korea Utara juga telah meningkatkan ketegangan antara negara-negara besar dunia, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia. Amerika Serikat berkomitmen untuk melindungi sekutu-sekutunya di Asia Timur melalui payung nuklir dan aliansi militernya (kerjasama trilateral) seperti yang disebutkan sebelumnya , dan dapat memicu konflik dengan Korea Utara jika ancaman nuklirnya terus meningkat. Sementara itu, Tiongkok, sebagai sekutu tradisional Korea Utara, berkepentingan untuk menjaga stabilitas di kawasan tersebut, tetapi tidak ingin Korea Utara semakin terisolasi. Hal ini menciptakan dilema bagi banyak negara besar yang terlibat dalam geopolitik semenanjung Korea.
Lebih jauh lagi, ancaman nuklir Korea Utara menimbulkan risiko bagi rezim non proliferasi global, dan kegagalan masyarakat internasional untuk mencegah Korea Utara mengembangkan senjata nuklir dapat merusak rezim non proliferasi Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT). Negara-negara lain mungkin juga melihat kelemahan dalam sistem tersebut dan memiliki insentif untuk mengembangkan senjata nuklir mereka sendiri, sehingga meningkatkan risiko proliferasi nuklir di seluruh dunia. Ketidakpastian yang timbul dari situasi ini dapat merusak stabilitas internasional dan menghambat upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik yang lebih luas. Selain itu, penggunaan senjata nuklir secara aktif oleh Korea Utara memperburuk ketegangan geopolitik dengan negara-negara besar lainnya, seperti Tiongkok dan Rusia. Menguatnya aliansi antara Korea Utara dan Rusia menandakan adanya pergeseran kekuatan di kawasan tersebut karena Tiongkok berupaya menyeimbangkan pengaruhnya di antara negara-negara besar di Asia Timur. Kemungkinan konflik nuklir di semenanjung Korea dapat memicu reaksi berantai antara negara-negara besar dan meningkatkan risiko konflik global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H