Lihat ke Halaman Asli

Barokah Meilany Putri

Saya adalah Mahasiswa Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah.

Retorika dan Dakwah: Seni Berbicara dengan Penyebaran Pesan

Diperbarui: 24 Juni 2024   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syamsul Yakin dan Barokah Meilany Putri ( Dosen dan Mahasiswi UIN Jakarta SyarifHidayatullah )/dok. pri

Oleh: Syamsul Yakin dan Barokah Meilany Putri
Dosen Retorika dan Mahasiswi UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta

Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Retorika adalah seni berbicara, sementara dakwah secara definitif berarti mengajak dengan cara berbicara. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang indah akan memikat mad'u, inilah yang disebut dakwah billisan.

Retorika mencakup komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, ada dakwah billisan dan bilkitabah (tulisan). Spektrum dakwah tidak hanya mengajak dengan berbicara, tetapi juga dengan tulisan.

Retorika juga mengenal komunikasi nonverbal, baik tatap muka maupun tatap maya. Dalam dakwah, ada bentuk dakwah bilhal. Dakwah bilhal dapat dilakukan secara online maupun offline. Dalam retorika, dikenal bahasa tubuh dan gerakan tubuh, yang dalam dakwah disebut sebagai penyampaian keteladanan atau role model.

Jika retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, dakwah juga berkembang dari kegiatan agama menjadi kajian agama. Retorika bermula sebagai warisan budaya kemudian berkembang, dakwah juga berkembang menjadi ilmu dakwah yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi.

Jika tujuan retorika adalah menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif, maka pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak dapat disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan, tujuan retorika dan dakwah, pada batas tertentu, sama-sama edukatif.

Dalam konteks tujuan retorika yang persuasif, dakwah memiliki metode dakwah, yaitu bilhikmah, ceramah, dan diskusi yang harus disampaikan dengan lemah lembut.

Jika dalam pengembangan retorika disyaratkan menggunakan bahasa baku, berdasar data dan riset, syarat yang sama berlaku bagi dakwah, baik billisan, bilkitabah, maupun bilhal. Apalagi, dengan memperhatikan mad'u yang semakin kritis dan rasional.

Jika dalam retorika, Aristoteles memperkenalkan pathos, logos, dan ethos, para dai harus memiliki ketiganya, baik intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi sedih atau gembira para dai bukan hanya sekadar retorika.

Untuk berdakwah, harus menguasai retorika verbal dan nonverbal. Sebaliknya, beretorika juga diharapkan memasukkan konten dakwah, baik akidah, syariah, maupun akhlak. Dakwah tanpa retorika lumpuh, dan retorika tanpa muatan dakwah buta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline