Mungkin kita sering mendengar kata bijak,"Money can't buy happiness". Kalimat tersebut memang sudah menggema sejak aku masih berada di dalam perut ibuku sampai sekarang. Tapi, bagi banyak juga yang menyangkal kalau slogan tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang kere alias yang tidak punya duit. Mereka malah mengatakan kalau Money can buy happiness.
"siapa bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan? Itu hanya berlaku untuk mereka yang kere. Yang nggak bisa membeli apa-apa karena nggak punya uang. Buktinya, gue! Kalau gue lagi sedih, gue pergi shopping. Kalau gue galau, gue traveling keliling dunia. Pokoknya uang bisa membuat gue bahagia." Ujar temanku dengan bangganya.
Memang sih, aku sering melihat dia traveling ke luar negeri seorang diri. Bahkan sudah banyak negara di belahan dunia ini yang sudah dia kunjungi. Postingan foto-foto travelingnya berjejer di akun sosmed-nya. Tidak lupa memamerkan barang-barang belanjaannya dengan merek-merek ternama. Mungkin ada puluhan atau ratusan barang branded di rumahnya.
Jika dilihat dari sisi luar, memang dia terlihat Bahagia. Dia membuktikan dengan traveling dan shopping adalah wujud kebahagiaan. Deretan komentar pujian ngantri di kolom komentarnya. Dia pun tersenyum karena orang-orang mengakui kebahagiannya.
Tapi, dibalik semua itu, apakah dia benar-benar Bahagia? Jawabnya TIDAK! Itu terlihat setiap postingan kata-kata bijak yang dia kutip dari akun-akun quotes, isinya tentang kesedihan, kehampaan dan ketidak bahagiaan. Jadi, sesungguhnya kebahagiaan yang dia tunjukkan hanyalah fake alias kebahagiaan semu. Ketidak bahagiaannya pun semakin dipertegas Ketika dia menelponku dengan isak tangan yang pecah.
Tanpa sepata kata keluiar dari mulutnya, aku bisa memahami kalau isak tangisnya bisa menggambarkan isi hatinya. Setelah hampir 10 menit menangis di telpon tanpa aku potong sedikitpun, akhirnya dia bercerita sambil terisak.
"Apa salah gue? Kenapa sepanjang hidup gue, gue tidak pernah merasakan kebahagiaan? Kenapa hidup gue begini hampa? Kenapa tidak ada yang menyayangi gue?"
Aku membiarkan dia terus bercerita agar apa yang selama ini terpendam di dalam hatinya bisa keluar semua. Agar pikiran dan jiwanya plong. Karena, aku tahu, selama ini dia pretending to be happy demi menutupi ketidak bahagiaannya yang sesungguhnya.
"Kamu tau, gue mencoba segala cara agar bisa mendapatkan kebahagiaan tapi semua sia-sia. Ternyata kemana pun gue pergi. Barang mewah apa pun yang gue beli tidak bisa menutupi ketidak bahagiaan yang gue sembunyikan. Semua hampa." Ujarnya lagi.