Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Jalan Panjang Menuju Film Kutukan Sembilan Setan Part 1

Diperbarui: 31 Mei 2023   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(foto dok PIM Picture)

Setelah tertunda sedikit lama, akhirnya film Kutukan Sembilan Setan, garapan rumah produksi PIM Picture akan tayang juga bulan Juni nanti di layar bioskop di seluruh Indonesia. Senang banget rasanya. Karena, film ini juga merupakan film layar lebar pertama dimana gue sebagai penulis skenarionya. Sebenarnya, saat pengerjaannya, ada rasa nggak yakin dan kurang pede. Berkat keyakinan sang produser, akhirnya gue mencoba untuk menulis skrip-nya. "Ayo, lae! Kamu pasti bisa. Ini  kesempatan emas." Ujar Lae Agus, sang produser kala itu.

Baiklah, sebelum film ini selesai di produksi, gue pengen flashback ke belakang, mengenang kembali tentang bagaimana awal mula  bertemu dengan sang produser juga tentang film ini sampai bisa diangkat ke layar lebar.

Tahun 2018, sekitar bulan April, di sebuah kafe di kawasan Rawanganun, gue pertama kali bertemu dengan sang produser PIM Picture, namanya Agustinus Sitorus. Waktu itu, gue disuruh tim produksi sebuah PH yang akan menggarap naskah drama komedi yang gue tulis untuk bertemu produser Filosofi Kopi dan Love For Sale. Pertemuan pertama itu tujuannya sebenarnya mau mengasih draft skenario bertema drama komedi yang telah gue tulis dan akan di produksi oleh seorang produser perempuan Indonesia yang tinggal di Amerika. Sebelumnya mereka pernah bekerjasama mengerjakan proyek film layar lebar juga.

"Namanya Agustinus. Ntar, kalo lo ketemu sama dia,  usahakan agar dia mau ikut bergabung memproduksi film ini. Dia jadi Eksekutif produser." ujar salah seorang tim produksi. Gue sempat keder juga nih. Masak gue yang ditugaskan ketemu produser? Canggung banget. Dalam bayangan gue, seorang produser itu pasti sosok bapak-bapak seusiaan Raam Punjabi (Multivision) atau Leo Sutanto (SinemaArt). Bisa mati gaya gue kalo ditanyain tentang karya gue. Asli, sebelum ketemu gue sudah over thinking.

foto dok PIM

Akhirnya, kami sepakat untuk bertemu disebuah kafe di daerah Rawamangun. Sebelum bertemu, kami hanya berkomunikasi lewat pesan singkat. Gue memanggilnya "Pak Agus". Sampai akhirnya, saat bertemu kami saling memperkenalkan diri yang akhirnya mempertegas kalau kami sama-sama berdarah Batak. Dia bermarga Sitorus (Batak Toba) sedang kan gue Barus (Batak Karo). Panggilan "Pak" berubah menjadi panggilan "Lae" (panggilan akrab antar laki-laki khas Batak.) dugaan gue tentang sosok seorang produser yang kebapakan langsung luntur seketika. Ternyata usianya jauh lebih muda dari gue. Panggilan "Lae" kayaknya sudah paling klop!

Dalam pertemuan itu, gue mengasih draft naskah Drama Komedi yang sudah gue tulis. Sempat dibaca-baca. Tapi, ternyata, seperti dia kurang tertarik.

              "Selain drama komedi ini, lae punya stok cerita lain, nggak?" tanya lae Agus.

              "Ada, sih."

              "Cerita tentang apa,tuh?"

              "Drama ada, horor juga ada."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline