Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Gaya Hidup Minimalis Itu Anti Ribet

Diperbarui: 30 Agustus 2022   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto dok:kompas

Aku tidak tahu apakah gaya hidup yang aku anut sekarang ini adalah gaya hidup minimalis atau masih sama seperti gaya hidup yang dulu. Tapi, sepertinya sudah banyak yang berubah kok. Kalau dulu, aku masuk ke kategori orang yang boros. Suka membeli dan mengumpulin barang-barang yang menurut aku sebenarnya mubajir. 

Contohnya, suka beli sepatu meski sepatu di rak masih banyak dan masih layak pakai. Suka beli baju yang sama nasibnya dengan sepatu. Beli yang baru tapi yang dipake ya itu lagi itu lagi. Sementara yang baru masih bertengger rapi di hanger plus tag price-nya yang masih gelantungan.

Beli parfum yang mubajir. Aku memang suka parfum karena suka yang harum. Sering tergoda rayuan SPG-SPG parfum yang menawarkan parfum baru dengan harga miring ketika sedang jalan-jalan di mall. Misal, harga parfum Hugo Boss, Tere Hermes, Kenzo, Issey, Gucci dan merek lainnya yang rata-rata dibandrol dnegan harga di atas 1 jutaan. 

Tapi, si SPG-SPG cantik itu ngasih harga yang bener-bener menggoda. Barangnya juga bener-bener original dan brand new. Tanpa disadari jumlah parfum di rumah menumpuk hingga puluhan. Sangkin banyaknya dibuat lemari khusus parfum.  Begitu juga dengan buku, kacamata, topi, kacamata, tas, dan banyak barang-barang yang akhirnya menjadi penghuni lemari.

Dulu ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri bisa memiliki barang-barang tersebut. Tapi, sejak beberapa tahun belakangan ini, kok, aku merasa too much memiliki barang-barang itu. Apalagi barang yang dipakai hanya itu dan itu lagi. Sedangkan yang lain menjadi hiasan lemari. 

Bahkan, barang-barang yang sudah dibeli tapi belum dipakai sering berpindah tangan ketika saudara atau teman datang ke rumah. Tanpa sepengetahuanku barang-barang tersebut sudah raib dari tempatnya alias diambil.

Hingga akhirnya, aku mulai berbenah diri juga berbenah rumah. Mulai memilah milih mana barang yang harus di hibahkan dan mana yang stay di tempatnya. Baju-baju di lemari di sortir (kaos, kemeja, celana) kemudian, di sedekahkan ke Secuirty komplek. 

Atau kadang disedekahkan ke yayasan Panti Asuhan. Pakaian yang masih layak pakai dihibahkan ke orang yang membutuhkan. Meski sebenarnya ritual hibah menghibahkan barang sudah aku lakukan sejak masih bujangan. Tapi kali ini lebih mensortir lagi.

Beda dengan parfum, kacamata dan sepatu. Berhubung barang-barangnya juga masih layak pakai dan branded, aku mulai prelove ke teman-teman yang emang gila parfum, kacamata dan sepatu. Ya, lumayan lah. Dibeli dengan harga miring tapi dijual masih mendapat untung juga.

Misal, satu parfum aku beli dengan harga Rp.750 ribu, aku jual 1 juta. Mereka yang mengerti barang juga tahu ke originalannya sehingga membeli dengan suka cita dengan harga miring tadi.   Begitu juga dengan sepatu dan kacamata. Harganya juga dijual dengan miring. Kecuali, sepatu yang sol-nya sudah menipis, aku hibahkan ke teman atau saudara yang membutuhkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline