Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Pelajaran Hidup yang Berharga dari Kehidupan Orang Lain

Diperbarui: 7 Maret 2022   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokpri

Pernah nggak sih, merasa kalau hidup kita itu terlalu susah? Terlalu banyak persoalan, dan juga merasa hidup kita jauh lebih baik dari kehidupan orang lain? Tentu jawabannya pernah, bukan?

Jujur, saya juga pernah merasakan dan mengalami hal tersebut, bahkan sering. Merasa hidupku itu kok tidak lebih baik dari kehidupan orang lain. Sehingga saya merasa kalau Tuhan tidak berpihak pada kehidupanku yang serba kekurangan. Padahal, untuk hal ini, kita tidak perlu menyalahkan Tuhan.

Sampai akhirnya, mata saya dibukakan dengan melihat orang-orang disekitar saya, ternyata kehidupannya banyak yang jauh lebih "menderita" dari apa yang sara rasakan. Seakan menjadi cambuk untuk diri saya agar tidak usah mengeluh dalam menjalani hidup,  tetapi harus lebih banyak mensyukuri apa yang telah kita miliki. 

Dengan bersyukur, kita pasti tidak akan merasakan kekurangan. Dengan bersyukur kita akan selalu iklas.  Dengan bersyukur kita akan selalu berterimakasih pada Tuhan, karena kita masih diberikan nafas kehidupan, yaitu kesehatan jasmani dan rohani.

Bukan sok religi, tapi ini benar-benar yang saya alami dalam kehidupan saya. Meski sudah memiliki apa yang saya inginkan, tapi rasa kurag dan kurang selalu menghantui hidup saya. Ya, karena saya merasa selalu masih "kurang". Sampai akhirnya batas rasa cukup itu tidak pernah terpenuhi. Sampai kapan hidup begini terus?

Kini, dengan merubah pandangan hidup, pola hidup dan gaya hidup, akhirnya saya merasa lebih lega dalam menjalani hidup. Merasa kalau apa yang saya miliki sekarang ini jauh lebih dari cukup. Meski kalau dilihat dari kacamata orang lain, mungkin saya masih diangga hidup dalam kekurangan. 

Tapi, saya hidup bukan dari kacamata orang lain melainkan dari kacamata saya sendiri. Saya yang tahu kecukupan saya juga kekurangan saya. Saya tidak pernah peduli apa kata orang dengan kehidupan saya yang "serba cukup" ini. Karena saya tidak mau hidup dalam berkelebihan. Mubazir!

Dengan hidup merasa cukup, justru saya lebih peka terhadap kehidupan orang-orang disekitar saya yang kehidupannya jauh dari rasa cukup yang sesungguhnya. Dengan peka, saya bias lebih berempati terhadap orang sekitar saya. Dengan berempati, saya bisa membatu mereka sebatas kemampuan saya.

Seperti apa transformasi kehidupan saya yang dari tidak pernah merasa cukup dan selalu merasa kekurangan sampai akhirnya saya bisa merasakan hidup yang serba "berkecukupan" sehingga saya tidak perlu rakus untuk memiliki harta lebih yang justru sesungguhnya harta itu bukan yang saya butuhkan melainkan saya inginkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline