Awal tahun 2021 lalu, saya sempat terpapar Covid 19. Hampir tidak percaya kenapa bisa terpapar, sementara saya salah satu orang yang sangat taat prokes. Masker dan hand sanitizer menjadi benda wajib yang saya bawa setiap kali berpergian. Bahkan berpapasan dengan orang lain pun saymemilih menghindar. Mungkin karena rasa parno berlebihan, akhirnya saya diberi kesempatan merasakan seperti apa terpapar Covid itu. Parahnya lagi, saat terpapar saya harus masuk Rumah Sakit untuk di isolasi. Isoman di rumah tidak diizinkan dengan alasan karena saya memiliki riwayat Komorbid hipertensi. Konon katanya itu salah satu "media" bagi si Covid untuk menyerang tubuh penderita diantara Komorbid-komorbid lainnya. Takut mengambil resiko, saya pun manut saja apa kata dokter. Saya memilih mengungsi ke RS dan disana saya bisa dipantau 24 jam. Lebih aman dan nyaman bagi saya.
Dua minggu di ruang isolasi benar-benar menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Apalagi saat itu Covid lagi ganas-ganasnya. Silih berganti pasien datang dan pergi (pergi karena meninggal lebih banyak ketimbang yang pulang ke rumah). Perasaan ini campur aduk melihat suara mesin alat bantu pernafasan yang ada di sekitar ruangan saya. Ada yang bilang, Isolasi di RS membuat mental kita down dan bisa makin drop. Beda dengan saya, justru saya merasakan dan menikmati detik demi detik berada di ruang isoalsi. Saya memantau, melihat dan berinteraksi dengan pasien-pasien Covid lainnya untuk mendengarkan kisah mereka terpapar Covid. Sangat beragam dan menjadikan kami seakan bersaudara melawan ganasnya Covid.
Sebagai konten kreator, momen berada di ruang isolasi pun saya manfaatkan sebagai momen untuk merekam setiap kejadian yang saya anggap penting. Saya merekam segala aktivitas saya selama isolasi pakai kamera kecil saya (gopro) dan saya upload di channel saya agar masyarakat yang menganggap Covid itu bulshit dapat melihat seperti apa perjuangan orang-orang yang terpapar covid. (video-video saya di ruang isolasi ada di channel youtube saya Baroezy Journey).
Pelajaran yang berharga yang saya rasakan dimasa-masa pandemi ini adalah selalu bersyukur ketika kita masih diberi nafas kehidupan. Bagaimana tidak, tanpa kita sadari satu persatu teman, kerabat,saudara bahkan keluarga terdekat kita berjuang melawan Covid namun mereka kalah. Saya merasakan dan mengalami begitu banyak teman dekat, saudara dekat yang harus berpulang. Sedih. Ya, sangat sedih!
2021 berlalu. Saya melewati tahun 2021 dengan penuh dinamika. Up and down kehidupan bener-bener sangat terasa. Sebagai pekerja yang bukan pekerja kantoran, saya merasakan juga penghasilan yang ikutan up and down. Tapi semua saya nikmati dengan bersyukur. Ditambah lagi saya sudha menjalani Vanksin dosis 1 dan 2. Semoga imun semakin kuat melawan Covid.
2022 datang....
Berharap agar tidak berurusan lagi dengan Covid dan variannya. Tetap menjaga kesehatan dengan prokes yang masih siap siaga. Tapi, kita boleh berencana Tuhan yang menentukan. Melewatin Januari 2022 aman-aman saja. Bahkan saya sempat melakukan perjalanan ke beberapa kota di Sumatra dan semua berjalan dengan lancar. Memasuki bulan februari, ketika Varian Omicron yang katanya lagi marak-maraknya gentayangan dimana-mana.
Suatu hari, Usai mengantar saudara ke Rumah Sakit untuk melakukan proses operasi, tiba-tiba saya merasakan badan meriang dan tenggorokan gatal dan batuk kering. Rasa parno kembali muncul. Jangan sampai ini gejala Omicron. Saya searching di Google gejala-gejala Omicron. Semua yang saya rasakan menjadi bagian dari gejala Omicron. Saya pun test SWAB dan hasilnya Positif. Tapi disarankan Isoman. Saya mematuhinya. Saya mendekam di rumah selama hampir 5 hari. Tapi, yang membuat saya cemas, ketika saya menghubungi beberapa teman yang sempat berinteraksi dekat dnegan saya, mereka mengalami hal yang sama. Demam, batuk dan badan pegel-pegel. Hmm.. fix mereka juga sudah terpapar. Gila! Begitu cepat mewabahknya si Omicron ini. Saya menganjurkan mereka Isoman saja tanpa harus test. Karena kalau test mengelaurkan biaya. Cukuplah saya yang menajdi bukti kalau terpapar Covid. Karena saya yakin mereka juga positif.
Akhirnya, saya juga teman-teman yang berinteraksi terakhir dengan saya melakukan Isoman di rumah masing-masing. Hmmm, kenapa harus terpapar lagi? Keluh saya. Lagi-lagi kita hanya bisa berencana namun Tuhan menentukan segala hal yang terjadi dimuka bumi ini.