Baiklah, Saya akan mengisahkan aktivitas saya selama diruang isolasi.
Sebenarnya tidak ada aktivitas yang begitu menonjol selama disana. Cenderung monoton dan membosankan. Karena kerjana kita cuma makan, tidur, makan tidur. Membosankan bukan? Apadaya, selama masuk ruang isolasi kebebasan para pasien Covid memang seakan dirampas. Tapi, demi kebaikan bersama semua pasien pun melakoninya dengan iklas. Bayangkan, jika pasien Covid berkeliaran diluar sana, berapa banyak lagi orang yang terpapar Covid bertambah?
Secara, saya termasuk mahluk yang sangat katif. Sehari tidak melakukan aktivitas di luar ruangan rasanya badan serasa kaku. Tapi, ternyata Tuhan punya rencana lain. Tuhan mengizinkan saya untuk diam di dalam ruangan untuk bisa merasakan "diam" dalam beberapa hari saja.
Itulah fungsinya Isolasi, agar tim medis bisa memantau perkebangan kesehatan pasien yang terpapar Covid. Mereka memantau perkembangan dari pagi hingga malam sampai si pasien benar-benar pulih dari virus Corona. Jika si pasien masih harus dalam perawatan maka, tim medis dengan iklas akan terus merawat mereka lagi.
Begitu juga pasien yang isolasi mandiri di rumah, tim medis sering melakukan cek & ricek soal perkembangan kesehatan mereka. Hanya saja, Isoma tidak menjamin si pasien Covid mematuhi himbauangan agar tetap stay at home dan tidak berinteraksi dengan orang lain. Terutama orang terdekat mereka. Banyak pasien Covid yang isoma masih berinteraksi dengan keluarganya sehingga tanpa mereka sadari anggota keluarganya sudah terpapar.
Selama di ruang isolasi, biasanya saya sudah terbangun antara pukul 04.00 atau pukul 05:00 pagi. Meski sebenarnya, sejak masuk ke ruang isolasi, jadwal tidur saya memang benar-benar terganggu. Bahkan beberapa hari nyaris tidak bisa tidur hingga subuh menjelang. Mata terus stay up! Mata ini begitu sulit terpejam. Selain suasana ruang isolasi yang mencekam (sedikit horor), juga pikiran saya selalu melayang-layang tertuju pada pasien-pasien kritis yang ada di ruang ICU di depan ruangan kami. Apalagi, dalam beberapa hari, ada saja pasien kritis yang meninggal dunia. Detik-detik ketika pasien hendak menghembuskan nafas terakhirnya terlihat jelas oleh mata saya.
Meski sudah tengah malam, tim medis tampak masih tetap sibuk dengan pekerjaan mereka mengawasi pasien-pasiennyaTerutama yang berada di ruang ICU. Sepertinya mereka sudah terbiasa begadang. Alangkah letihnya mereka menjaga dan mengawasi pasien-pasien Covid. Itu sebabnya kenapa saya marah atau kesal dengan omongan orang-orang yang mengatakan, tim medis enak-enak di rumah sakit membiarkan pasien Covid terlantar. Seharusnya netizen yang suka nyinyir dan menjelek-jelekkan tim medis dan dokter diundang melalui jalur VIP ke ruang isolasi. Biarkan mereka melihat dan merasakan betapa lelahnya mereka menjalankan tugas mereka dengan APD yang tidak pernah lepas. Juga betapa beratnya perjuangan pasien Covid yang ada di ruang ICU bertarung melawan Covid.
Selama masuk ruang Isolasi, saya dan pasien Covid lainnya tidak pernah melepas masker. Nyaris 24 jam masker menempel menutupi hidung dan mulut. Hanya makan, minum dan mandi lah masker bisa dibuka. Selebihnya wajib dipakai. Karena ruang isolasi pasien Covid masuk ke dalam Zona Merah alias zona berbahaya jika tidak mengenakan masker.