Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Cerita di Balik Ruang Isolasi Pasien Covid (Part 2)

Diperbarui: 1 Februari 2021   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: dokpri Very Barus

Setelah masuk ruang ICU untuk dilakukan pemeriksaan jantung, darah dan juga paru (rongen), lalu, saya dibawa tim medis ke ruang isolasi dan saya akan tinggal disana untuk beberapa hari ke depan. Saya juga tidak tahu berapa lama saya akan berada di ruang tersebut. Ruang isolasi saya berada di  lantai dua, di lantai dua saya melihat suasana yang benar-benar berbeda dan sangat diluar dugaan saya. 

Di lantai dua ada ruang ICU pasien Covid 19. diruangan ICU tersebut rata-rata mereka  dipakaikan alat bantu pernafasan (ventilator). Suara mesin detak jantung dan suara beb..beb..beb..khas ruang IGD membuat nyali saya hampir ciut. Gila, kalau di depan mata saya setiap saat melihat keadaan seperti itu yang ada imun tubuh saya semakin nge-drop.  

Karena  kondisi pasien Covid yang cukup memprihatikan. Beberapa diantara mereka sudah tidak bisa berinterasi dengan pasien lainnya yang ada disebelah mereka. Mereka hanya bisa pasrah dengan alat bantu pernafasan. Beberapa tim medis silih berganti selalu memantau kondisi mereka.   Ada belasan pasien Covid dengan status pasien berat (kritis) yang sangat membutuhkan pertolongan dan berharap bisa melawan Covid 19. 

Oiya, sebelum masuk ke ruang isolasi, saya harus menunggu 4 jam lamanya untuk mendapat kamar isolasi. bahkan, beberapa dari pasien covid ada yang sampai 4 hari menunggu agar bisa dibawa ke ruang isolasi. "Remua ruangan full. jadi harus ngantri, Pak. Karena pasien Covid semakin hari semakin bertambah." ujar petugas medis. Saya bersyukur tidak menunggu berhari-hari untuk mendapatkan ruang isolasi. konon katanya 4 jam itu sudah termasuk yang paling cepat. waduh, berarti apa yang saya lihat di sosmed tentang keadaan rumah sakit yang dipenuhi pasien Covid benar adanya.  

Di ruang isolasi, saya ditempatkan dengan 3 pasien Covid lainnya. Di ruangan tersebut ada 4 tempat tidur. 3 pasien dengan komorbid yang sama yaotu paru-paru atau Pneumonia. Paru-paru mereka diserang si Covid 19 sehingga mereka sulit bernafas. Sementara saya memiliki Komorbid  Hipertensi. pantes saja kepala saya sering terasa sakit kayak di tonjok pakai martil setelah diserang Covid. sakit banget. 

Test detak jantung (foto: dokpri)

 Oiya, sebelum masuk ruag Isolasi, saya sempat menginformasikan kesanak saudara juga teman-teman kalau saya terpapar Virus Corona. mereka sempat kaget dan tidak percaya. Karena mereka sangat faham betul kalau saya termasuk orang yang sangat peduli prokes dan sangat rajin olahraga. selama Corona hadir, rumah saya pun tidak bisa sembarangan orang yang bisa datang. kalau pun datang harus wajib mengikuti prokes. di depan rumah sudah saya sediakan wadah air plus sabun cair untuk mencuci tangan. 

Juga masker selalu saya sediakan yang baru bagi yang bertamu ke rumah (keluarga). Tapi, itulah Corona, wujudnya sulit kita deteksi sehingga siapa pun bisa terpapar meski dia sudah mematuhi prokes. Apalagi bagia anda yang menyepelekan keberadaan Covid, sangat rentan untuk terpapar. saya yang selalu menerapkan hidup sehat dan patuh prokes saja bisa kena.  

Kembali ke ruang isolasi,

Setelah berada di ruang isolasi, saya yang tidak membawa pakaian untuk dipakai selama di isolasi, maka saya menyuruh istri untuk membawa pakaian serta keperluan lainnya. mulai dari perlengkapan mandi, multivitamin, madu, buku bacaan serta cemilan. Karena meski selama diruang isolasi kita diberi makan sehari 3 kali. namun untuk mengemil, kita harus bawa atau beli sendiri.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline