Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Suka Duka Menuju Suku Baduy Dalam (Part 2)

Diperbarui: 18 April 2020   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

saya bersama anak-anak suku baduy


            Sebelumnya, aku telah mengisahkan perjalanan ke Desa suku Baduy Luar. Berikut lanjutanya menu Desa Suku Baduy dalam. 

           

Dari desa Suku Baduy luar, kami harus menapaki jalan yang cukup menguras energi lagi untuk menuju Desa suku Baduy dalam. Jalan yang harus kami tempuh benar-benar sangat tidak asyik. Tanjakan, turunan, ditambah lagi curah hujan yang masih betah menemani sepanjang perjalanan kami menuju Baduy dalam. 

Sesekali kami harus berhenti untuk merehatkan kaki yang mulai terasa lelah.  Ternyata benar apa kata teman, sebelum aku memutuskan pergi kesini. Dia menyarankan agar memilih waktu yang tepat yaitu musim kemarau lebih baik ketimbang musim hujan. 

Tapi aku mengabaikan anjurannya. Aku mengira Desa Suku Baduy ya, layaknya desa yang tidak perlu menguras tenaga untuk mengunjunginya. Kini terbukti. Lelahnya luar biasa karena berjibaku dengan hujan.

Sekarang aku menganjurkan bagi yang membaca kisah ini, jika hendak ke Suku Baduy, jangan pilih waktu dimusim hujan, kamu akan menyesal setelahnya. Lelahnya dua kali lipat.

Pukul 18:30 WIB, kami mulai memasuki Desa Suku Baduy dalam. Hari mulai gelap. Kami berjalan lebih hati-hati karena takut kepeleset karena jalan licin. Cahaya senter hape menjadi cahaya yang menerangi setiap langkah kami. Segala perangkat elektronik sudah tidak boleh diaktifkan. Itu kata pemandu yang asli berasal dari Baduy dalam. 

Aku sempat kelupaan, waktu itu aku hendak merekam momen jalan kaki di kegelapan menuju Baduy dalam. Namun, dengan sopan bocah 17 tahun yang mendampingi kami berkata," Maaf, kamera tidak boleh dinyalakan." Aku tersadar, langsung mematikan kamera.

foto:very barus

30 Menit kemudian, kami tiba rumah penduduk tempat menginap malam itu. Suasana desa sangat gelap. Nyaris tidak ada cahaya lampu selain lampu teplok di dalam rumah-rumah penduduk. Wajar kalau kaki kami beberapa kali tersandung bebatuan yang cukup banyak di desa itu. Rasa lelah yang sudah pada puncaknya akhirnya  bisa kami rehatkan. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline