Waktu itu, gue sedang traveling ke kota Malang. Karena perjalanan yang cukup panjang membuat badan serasa mau remuk. Sebelum badan semakin ngedrop, gue memutuskan untuk memanggil jasa pijat (massage) untuk memijat badan gue yang asli letoy banget.
Pilihan gue adalah pemijat Tunanetra.
Kenapa? Ya, karena secara tehnik, mereka jelas sudah dilatih oleh ahlinya untuk memijat dengan baik dan faham titik-titik mana yang perlu dipijat. Selain itu, gue pengen dipijat tanpa banyak pertanyaan atau sebaliknya. (Tapi kali ini, gue yang banyak nanya ke pemijat hehehhe) Biasanya gue memilih tidur sambil menikmati pijatan. Dan pemijat konsentrasi memijat badan gue.
Sempat bingung mau nyari tenaga pijat dimana? Secara gue tidak faham wilayah kota Malang. Nanya ke pihak hotel, mereka memang menyediakan fasilitas pijat. Hanya saja, tenaga ahlinya baru bekerja di atas jam 3 sore. Secara gue butuh pijat pagi hari.
Untung ada sosial media. Gue mulai searching dari mbah google, twitter, Instagram dan sosmed lainnya. Beberapa akun pijat tunanetra gue coba hubungi, namun beberapa pemijat memiliki lokasi yang terlalu jauh dari tempat gue menginap.
Butuh waktu cukup lama untuk tiba di hotel. Ada juga pemijat yang minta bayaran "tidak sopan" secara mereka pemijat Tunanetra. Sampai akhirnya, gue menemukan akun seorang pemijat tunanetra dengan nama akun "Pijat Tunanetra online". Lengkap dengan nomer teleponnya.
Gue langsung menghubungi dan mendapat respon yang sopan dan baik. Untuk 1.5 jam pijat, dia membandrol harga Rp.100.000. Nevermind! Bagi gue itu harga yang reasonable. Karena mereka yang datang ke tempat kita. Setelah memberi tahu alamat tempat gue menginap, si tukang pijat menjawab;
" 20 menit lagi saya nyampe, pak. Saya naik Grab."
20 menit berlalu tapi si tukang pijat belum juga menampakkan batang hidungnya. Sempat membuat gue was-was. Kenapa ini orang nggak nyampe-nyampe, ya? Padahal sudah lebih 30 menit gue menunggu. Gue mencoba menghubungi hapenya kembali tapi tidak diangkat. Di whatsup juga nggak di balas. Hampir satu jam menunggu, titik nadir kesabaran gue hampir memuncak dan memutuskan untuk membatalkan saja. Kelamaan menunggu, cuy!
Tiba-tiba pihak hotel mengetuk kamar gue dan memberi tahu kalau ada yang nyariin gue. Dan, ternyata si tukang pijat. (Oiya, nama si pemijat Mas Nanda)