Lihat ke Halaman Asli

Sifat Manusia Indonesia

Diperbarui: 5 Juni 2024   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Freepik.com

Kehidupan sehari-hari kita sebagai individu baik secara langsung, tidak langsung, di dunia nyata dan maya kita mengalami yang namanya interaksi kepada sesama individu atau sekelompok individu. Hal ini dinamakan interaksi sosial dalam pengertian sederhanya interaksi sosial ialah dua orang bertemu, saling bersapa, berjabat tangan, saling berbicara dan seterusnya. Konsep ini pun  berkembang dalam perspektif sosiologi seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sosial. Max Weber (dalam Parwitaningsih, Yulia dan Bambang 2022:3.4), berpendapat bahwa interkasi sosial tidak lepas dari perilaku sosial, maka dari itu perilaku sosial merupakan hasil dari interaksi sosial dan perilaku sosial merujuk kepada sifat. Jika kita telusuri google defenisi sifat secara umumnya merujuk pada karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada suatu objek, individu, atau konsep. Objek dari pengertian sifat yaitu manusia, individu dan orang. 

Perkembangan dan perubahan globalisasi dapat mempengaruhi karekter dan sifat bangsa, salah satunya bangsa Indonesia atau manusia Indonesia. Atas dasar perekembangan dan perubahan menjadi  pertanyaan untuk kita seperti apakah sifat atau karekter manusia Indonesia? Dalam konsep kenegaraan karekater dan sifat manusia Indonesia berkiblat pada falsafah bangsa "Pancasila". Menurut pendapat dari Ujang Charda (2020:167) pancasila pentujuk arah semua aktivitas atau kegiatan dan kehidupan di dalam segala bidang, yang berarti tingkah laku dan tindakan atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila dalam pancasila dan ia mengatakan pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia, Kepribadian dan Pandangan hidup Bangsa Indonesia.

Maka dari itu sifat bangsa manusia Indonesia tercermin pada butiran ke 5 sila yang isi kandungannya memiliki nilai-nilai religius, tanggungjawab, toleransi, beradab, berbudaya, norma dan etika, hal ini sesuai dengan survei Expat Insider 2022 versi Internations yang dikeluarkan oleh databook, Indonesia masuk nomor 2 negara paling ramah, kemudian pada detik.com tahun 2022  dikutip dari World Population Review, ada 10 negara yang dikenal paling ramah di dunia. Peringkat tersebut diambil dari survei tahunan Inter Nations yang diukur berdasarkan tingkat kemudahan belajar bahasa, kualitas lingkungan dan kesehatan negara, serta keramahan penduduk lokalnya. Namun data ini berbanding terbalik seperti perlakuan rasis terhadap pemain Timnas Sepak Bola Guinea Ilaix Moriba, kemudian kutipan kompas.com (26/02/2021) Laporan Digital Civility Index (DCI) mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya, menunjukkan warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara atau dengan kata lain, paling tidak sopan se-Asia Tenggara, selanjutnya fenomena toxic yang dilakukan anak dibawah umur dan remaja di dunia Game serta elit pemerintah sering lempar tanggung jawab baru-baru ini kita melihat sarkas yang dilakukan oleh Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya mengirim raket ping-pong ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Mendikbudristek simbol lempar tanggung jawab dan sifat tamak atau rakus seperti orang yang begelimang harta dan jabatan masih serba kurang dengan melakukan praktek korupsi, PT Timah 271, Asabri 23,7 T, BPJS 20 T dan kasus korupsi lainnya, perputaran uang di judi online 321 T
yang mana pemainnya dari semua kelas masyarakat bawah dan atas selanjutnya masyarakat kental dengan feodalisme sering kita narasi ABS (asal bapak senang) dalam kelembagaan. Disisi lain ada pemberitaan bahwa yang menyakiti pemimpin sama saja menyakiti ormas tertentu, hubungan keluarga disatukan dengan jabatan. Kemudian sebagian kaki berada dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagian lagi berada lama kemistikan, Tes CPNS membawa jimat, Jualan tidak laku dihubungkan dengan hari-hari sakral bukan memperbaiki produk, masih memberi sesajen untuk gunung agar dewa tidak murka, pohon, batu padahal memiliki agama sebagai dasar untuk membuat masyarakat berkembang dan yang terakhir malas atau pasrah terhadap keadaan masih kita melihat orang-orang pagi, siang dan malam tidak ada kegiatan hanya nongkrong di Warkop, terbaru data BPS 9,9 Juta milenial tidak menganggur, tidak bekerja, tidak ikut pelatihan dan tidak sekolah. Jika gagal melamar kerja sering kita mendengar rajeki ada ditangan tuhan serahkan aja pada tuhan bukan malah memperbaiki diri dan berusaha semaksimal.

Fenomena sifat masyarakat sama seperti yang dituliskan dalam buku Manusia Indonesia oleh Mochtar Lubis (2023:VII) ada 6 (enam) sifat yaitu Munafik, enggan bertanggung jawab, feodal, percaya takhyul, aristik dan lemah watak. Oleh karena itu nilai, norma dan etika masyarakat Indonesia jauh dari yang ditulis dari butiran ke lima sila sebagai falsafah dan pandangan hidup bisa dikatakan hanya sebagai hiasan dasar kenegaraan. Merupakan tantangan besar untuk bangsa ini dari sekarang dan kedepan, penyimpang-penyimpangan terjadi seakan sudah kebiasaan dan menjadi budaya buruk. Krisis moral yang dialami bangsa ini seakan mengalami kemunduran. Apakah ada kebijakan, program dan regulasi mengatasinya tentu ada jawabanya, kita kenal dengan"revolusi mental". Bagaimana Revolusi mental, apakah hanya sebagai sebuah proyek agar diketahui pemerintah ini bekerja sehingga  slogan kerja, kerja dan kerja yang penting kerja dari pada pandai bicara. Menurut hemat saya, kebijakan yang bijaksana akan terlaksana apabila pemerintah memprakteknya nilai dan norma pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai dari pemerintah sendiri terlebih dahulu yang dilakukan oleh jajaran elit politik, pejabat, birokrat dari tingkat pusat sampai daerah dan baru diperkuat melalui kurikulum pendidikan karakter bangsa di pendidikan formal dan pendidikan informal dengan melakukan sosialisasi pembinaan terhadap lingkungan masyarakat dan keluarga yang ujung tombaknya dari tingkat RT, Lurah dan seterusnya. Kenapa dilakukan tingkat pemerintah terlebih dahulu sebab masyarakat Indonesia ialah masyarakat yang memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah seperti bapak dan anak atau masyarakat peniru tingkah laku elit, bisa dikatakan juga masih ketergantung kepada pemerintah "manja". Tentunya sekali lagi bahwa sifat dan karakter bangsa bukan fenomena remeh-temeh, bukan sekedar isu dan kebiasaan yang lumrah dari generasi ke generasi tetapi fenomena yang perlu diperbaiki bersama jika pemerintah sudah memulai, kita masyarakat sebagai individu juga mulai dari lingkungan keluarga sendiri, lingkungan kerja, masyarakat dan seterusnya. Jika tidak didukung sepenuhnya oleh semua elemen hanya sebatas teks book dan masalah yang paling utama ialah menghambat kemajuan bangsa kedepan menuju Indonesia Emas  menjadi Indonesia Cemas.


Bambang Prasetyo, Yulia Budiwati, Parwataningsih. 2023. Pengantar Sosiologi. Tanggerang Selatan. Universitas Terbuka


Lubis, Mocthar. 2023. Manusia Indonesia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia


Rizky, A. (n.d.). 10 Negara Teramah di Dunia, Indonesia Nomor Berapa? Diakses dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6196080/10-negara-teramah-di-dunia-indonesia-nomor-berapa

Indonesia Masuk Daftar Negara Paling Ramah Sedunia 2022: Databoks. (n.d.). Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/19/indonesia-masuk-daftar-negara-paling-ramah-sedunia-2022

Dewi, B. K. (2021). Netizen Indonesia Paling Tidak Sopan se-Asia Tenggara, Pengamat Sebut Ada 3 Faktor Penyebab. Diakses dari https://www.kompas.com/sains/read/2021/02/26/194500523/netizen-indonesia-paling-tidak-sopan-se-asia-tenggara-pengamat-sebut-ada-3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline