Seiring berjalannya jam, yang sebenarnya baru berlangsung 3 hari. Banyak dari waktu yang saya miliki yang seharusnya saya gunakan untuk belajar malah berubah menjadi rasa ingin tahu. Banyak tulisan dari kompasiana yang "sampe nendang ke hati". Merasakan antusiasme para penulis kelas kakap dan para jurnalis secara langsung. Pengalaman mereka jadi peniti yang sedang menjahit baju, membuat kekeluargaan antara penulisnya menjadi erat secara emosi.
"Beauty of Word", layaknya sangat layak jika harus di puji dengan keindahan - keindahan yang santun. Begitu membaca, maka akan ada rasa ingin tahu dengan tulisan - tulisan lainnya. Seperti kumpulan film terbaik sepanjang masa yang harus diputar langsung setelah film yang lainnya. Tapi ada hal yang selalu saya pertanyakan. Bisakah saya mendapat lebih, sepertinya membaca muatan baru dari setiap penulis di kompasiana.com/latest dan membaca HEADLINE serta RUBRIK. Lama - lama saya keranjingan tulisan di kompasiana. Karena menjadi sebuah momen yang langka di mana saya melihat banyak sekali orang yang benar - benar tulus berbagi pengetahuan dengan segala keterbatasan mereka masing - masing.
Awalnya berawal dari artikel Headline dari Syifa Ann tentang "Menulis di Kompasiana, Tulisanmu Bisa Jadi Apa?" . Setelah itu lanjut ke link - link dari artikel tersebut. Kemudian saya membuka link di tulisan tersebut. Di dalam tulisan milik Listhia H Rahman ini, saya mendapati tulisan yang membuat saya kayaknya akan betah disini. Berikut kutipannya,
Eh,kamu kok gak takut sih kopdaran,ntar diculik kaya berita berita itu gimana?
Makannya harus pintar dong. Di Kompasiana mah saya yakini orang-orang pintar, nulis itu tidak semua orang bisa melakukannya. Orang baik akan bertemu dengan yang baik. Juga, seperti yang akan terjadi disini,kok
Tidak semua orang bisa menulis, apa lagi jika tulisan itu muncul dari dasar hati yang ingin berbagi. Saling tolong menolong dan berbagi secara sukarela. Berbagi dengan hal - hal yang benar - benar berkualitas. Contohnya saja seperti tulisan milik Pak Bambang Setyawan. Sangat kelihatan kalau mereka yang berkecimpung di kompasiana merupakan aktifis pendidikan. Mereka menolong sesama dengan sukarela. Merogoh kocek yang agaknya cukup dalam dan membagi ratusan buku. Orang - orang seperti inilah yang benar - benar saya inginkan di sekitar saya semasa hidup saya.
Di bagian Rubik yang baru saya jelahahi malam hari ini, saya menemukan sebuah artikel mengenai rajutan, milik seseorang bernama Rachmah Dewi. Wanita yang satu ini mewawancarai seorang blogger bernama Nisa. Saya hanya Bingung, "Bagaimana orang - orang hebat ini melakukan pekerjaan mereka ini?"
Di waktu sibuk mereka saat kuliah, kerja atau bersama dengan keluarga. Sungguh hal yang tidak pernah saya duga jika ada orang - orang yang mungkin melakukan semua hal ini tanpa imbalan seperpun. Dan rasa keingintahuan saya mulai muncul, bagaimana agar saya bisa melihat tulisan - tulisan lama di kompasiana? Sejauh ini saya hanya tahu bahwa semua hal yang saya baca di kompasiana adalah topik - topik hangat yang baru saja dipublikasikan. Tapi, bagaimana dengan tulisan - tulisan lama di tahun 2009 atau 2010?
Apakah suara - suara mereka akan hilang degan mudahnya. Saya belum tahu apa yang bisa di lakukan situs ini karena memang saya baru 3 hari mengotak - atik di malam hari. Tapi hal yang saya inginkan adalah jika mungkin kompasiana bisa mengakomodir rasa ingin tahu pembaca yang menginginkan sebuah judul di tahun - tahun muda kompasiana yang mungkin membuat mereka bertanya - tanya, ulasan yang mungkin hilang di telan bumi dan tidak bisa di lacak di google. Mereka sepertinya terlalu berharga jika harus usang tanpa tersentuh oleh penulis - penulis baru dan menunggu di tanggapi dan di blow up lagi.
Koran dan majalah, media - media offline ini mengakomodir keperluan untuk peristiwa - peristiwa baru, tapi terkadang berita tentang kesuksesan seseorang itu tidak akan pernah lapuk di makan zaman. Di media online, hal tersebut sudah teratasi dengan mudah. Mereka awet seperti di awetkan dengan formalin. Tapi awet saja tidak akan membuat perubahan pada keadaan sosial di indonesia. Jika sebuah mayat seorang "raja fir'aun" yang telah awet saja membutuhkan berpuluh - puluh tahun untuk ditemukan, bagaimana nasib secuil artikel ini?
Hal - hal yang mengispirasi tidak akan pernah mati meskipun tubuh dari sang empunya nama sudah tiada dan menjadi sejarah. Mereka membawa kita ke ranah pemikiran - pemikiran baru, dan bahkan membuat kita "dikuliahkan" secara gratis dari alam akherat yang tak tampak.