Lihat ke Halaman Asli

Gereja Katholik di Alun-alun Pamekasan, Madura (Kok Provokatif?)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pamekasan dan Agama Islam Pulau Madura, khususnya Kabupaten Pamekasan, mayoritas penduduknya beragama Islam. Walaupun sebagian masyarakat Madura kurang taat menjalankan agama, namun hampir semua orang Madura memiliki fanatisme yang tinggi. Isu-isu kegamaan mudah menyulut kemarahan masyarakat. Dan kegiatan keagamaan, menjadi hal yang dominan di tengah masyarakat. Apalagi di bulan Ramadlan, di pamekasan ada Bazar Takjil, terdiri dari stand-stand yang menjual aneka makanan, minuman dan kue untuk takjil/buka puasa. Bazar Takjil Romadhon di Alun-Alun Pamekasan (Dok. Pribadi) Masjid Agung Asy Syuhada dan Gereja Katholik Apabila kita masuk ke jalan yang membelah alun-alun Pamekasan dari arah timur, kemudian kita berhenti di sisi utara jalan, kemudian menghadap ke selatan, maka :

1. Saat menoleh ke barat, kita akan melihat Masjid Jamik Asy Syuhada :

Masjid Jamik Asy Syuhada, Barat Alun-Alun (Dok. Pribadi) 2. Saat Menoleh ke Timur, maka kita akan melihat gereja katholik : Gereja Katholik Di Sebelah Timur Alun- Alun Pamekasan (Dok. Pribadi) Kerukunan Hidup Umat Beragama dalam Bingkai NKRI Berdirinya Gereja Katholik, di samping timur alun-alun Pamekasan, walau pun mungkin peninggalan kolonial Belanda, tetap merupakan fenomena yang menyejukkan. Di kota yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dan sempat terjadi unjuk rasa, sekitar tahun 1996-an, eksistensi gereja, merupakan sinyal yang positif bagi kerukunan hidup beragama. Menunjukkan, kemenangan aliran Islam yang  bijak, terhadap Islam garis keras, yang tidak suka terhadap kehadiran non muslim dan non pribumi. Gereja Katholik Kota Pamekasan (Dok. Pribadi) Bara Dalam Sekam Bila dicermati dari dekat, ada rasa miris dalam dada, karena umat katholik yang terkenal lemah lembut, ternyata sangat provokatif dalam memberi nama gerejanya. Perhatikan foto berikut : Maria Ratu Para Rasul, Nama Provokatif (Dok. Pribadi) Diakui atau tidak, Rasul, adalah kata serapan dalam bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Arab (Islam) untuk utusan Tuhan, sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad As. Dalam akidah agama Islam, semua Rasul berjenis kelamin laki-laki. Kata Rasul ini kemudian juga di adopsi oleh umat kristen, di pakai dalam kehidupan beragama sehari-hari dan penulisan Al Kitab, termasuk, kata serapan lain,  seperti iman, kafir, takwa, dll. Logika nama Maria Ratu Para Rasul, dari iman Katholik, bisa dibenarkan, karena para murid Nabi Isa AS, Yesus Kristus, disebut Rasul. Namun, menurut umat Islam, pemilik asal kata Rasul,  ada 25 Rasul yang namanya disebutkan dalam Al Qur'an, yakni Nabi Adam AS, NUH AS, Zakaria AS, MUSA AS, Ibrahim AS, Ishaq AS, Yakub, Yahya, Isa AS dan  Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir, sekaligus Sayyidul Mursalin. Pemilihan nama Maria Ratu Para Rasul, seakan mementahkan klaim umat Islam, bahwa Rasulullah SAW-lah, Penghulu / Raja Para Rasul itu. Sehingga menurut saya, umat katholik, harus cukup jeli dalam meilih nama, agar tidak mencemari ajaran cinta kasihnya dan tidak memancing kebrutalan umat Islam, karena Islam tidak mengajarkan kekerasan. Semoga Tetap Harmonis Walaupun nama gereja menurut saya provokatif, semoga tidak menimbulkan kemarahan umat Islam, toh Raja dan Ratu biasa bersanding. Apabila agama dianggap sebagai sumber pemuas dahaga dan makanan bathin, maka perbedaan, semestinya tidak menimbulkan pertikaian dan perpecahan. Pemuka agama dan tembat ibadah, hendaknya seperti penjual makanan, yang tidak sewot terhadap stand lain, seperti pada gambar berikut : Tukang Sate Bijak (Dok. Pribadi) Tukang sate bijak, yang asyik melayani pembeli dan komit terhadap kualitas pelayanan. Tidak sewot terhadap pendatang dan penjual lalapan ayam dari Lamongan. Demikianlah seyogyanya, pemuka agama, membudayakan agama agar menjadi kebutuhan pokok umatnya, dan melayani umat, fokus pada pembenahan internal, hidup damai dan rukun dengan tetangganya. Memberikan kemerdekaan kepada umat, untuk memilih dan menjalankan agama yang diyakininya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline