[caption id="attachment_75412" align="alignright" width="300" caption="Irwan Prayitno/Admin (Dok. DPC PKS) "][/caption] Saya ditugaskan oleh ketua panitia untuk memfasilitasi one on one meeting antara pengusaha Jerman dengan bidang ekonomi KBRI Berlin dan KJRI Hamburg pada seminar Climate Changing IASI awal November kemarin. Pada acara tersebut Bu Silvy, atase ekonomi KBRI Berlin menyatakan akan ada meeting di Munchen pada tanggal 5 November 2010 yang dihadiri oleh tiga Gurbernur dari Indonesia. Acara sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum adanya bencana di Mentawai. Para pengusaha Jerman yang ikut acara kami tersebut sangat tertarik dan beberapa mengagendakan datang, walaupun sudah mepet dan biasanya mereka harus planning jauh hari untuk kegiatan mereka. Saya tidak tahu benar apa yang terjadi di Munchen, tapi acara yang diprakarsai oleh Dubes RI untuk Jerman tersebut memang penting untuk menarik investasi guna pembangunan daerah. Sekalipun tidak protes dan tetap menyambut dengan senyuman tamu-tamu dari Jakarta yang berkunjung ke Jerman, tetapi biasanya ada rasa tidak sreg pada tamu-tamu yang tidak jelas kepentingannya datang ke Jerman dengan biaya negara. Jadi bila KBRI sampai mendatangkan orang dari Indonesia, pastilah hal ini memang perlu dilakukan dan dirasa manfaatnya sepadan atau jauh lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan. Sumbar dipandang strategis untuk investasi di bidang energy geothermal serta kelautan, sedangkan otonomi daerah membuat posisi gurbernur menjadi lebih kuat dan penting untuk negosiasi secara langsung dengan pengusaha. Pada acara di Munchen tersebut pengusaha hanya diberi waktu 5 menit untuk presentasi profil usahanya dan selanjutnya presentasi dalam bentuk poster. Memang disayangkan bahwa beberapa hari sebelum acara di Munchen terjadi bencana Tsunami Mentawai. Tentu pilihan yang sulit bagi pak Gurbernur sendiri, apakah tinggal di tempat mendampingi para korban atau berangkat ke Jerman untuk menjaring investor bagi pembangunan daerahnya. Euforia anti kunjungan ke luar negeri yang sedang marak saat ini, perlu direnungkan lebih bijaksana. Jangan berlebihan dan membuat kinerja diplomasi luar negeri malah terhambat dan kita terjebak dalam kemandegan karena sekedar takut dibilang pelesiran. Kalau memang benar dan perlu, selayaknya lah dikerjakan. Kunjungan kerja anggota DPR ke Arab Saudi dalam rangka pelaksanaan Ibadah haji, memang perlu, tapi selayaknya ketika melakukan kunjungan kerja tersebut tidak disertai dengan keluarga atau siapapun yang tidak terkait dengan kepentingan kerja, serta tidak melakukan ibadah haji selagi melakukan tugas. Jangan ada senyampang yang tidak sedap untuk dipandang, dan bikin semua jadi buram. salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H