Selama berlibur di Kroya, Cilacap, sejak 24 Desember 2012 hingga 02 Januari 2013, saya bersama keluarga melakukan aktivitas menjemur padi milik kakak, jalan-jalan pagi menuju sawah, dan silaturrohim ke saudara-saudara sekampung serta yang ada di Adipala, Cilacap. Meski musim hujan, aktivitas menjemur padi di halaman rumah tetap berjalan. Suatu hari, hujan datang dengan tidak terduga, akhirnya sebagian padi yang sudah agak kering basah kuyup. Untuk mengantisipasinya, padi dijemur di alas terpal antitembus air, sehingga sewaktu-waktu hujan tiba, padi ditutupi terpal tersebut. Kakak saya masih menjemur padi dengan alasan agar tidak membeli beras, dan juga lebih ingin menikmati padi dan beras hasil jerih payah sendiri. Rasanya gak mantap jika tidak makan nasi dari padi sawah sendiri.
Jalan beraspal yang sudah mulai rusak membelah persawahan di sebuah kampung di Kroya
Rel Kereta Api Jurusan Surabaya-Yogya-Purwokerto-Bandung-Jakarta membelah persawahan di sebuah kampung di Kroya
Tanaman padi yang mulai mratak (keluar padinya)
Sungai kecil di persawahan dengan latar belakang pegunungan Kerumput, Banyumas. Di sebelah utaranya lagi, Kota {urwokerto dan Gunung Slamet.
Cuaca pagi yang mendung Sebagaimana kakak, ayah saya juga petani, hanya saja karena sudah renta maka tidak lagi menjemur padinya. Padi sudah dijual kepada pedagang ketika padi sudah menguning di sawah. Istilahnya ditebas, mirip-mirip kayak sistem ijon. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani padi"atau "petani ikan". Musim panen kali ini, sebagian petani merasakan kerugian bahkan gagal panen akibat serangan hama tikus dan walang sangit. Bahkan saking emosinya dengan serangan tikus dan walang sangit, sebagian petani membajak sawah yang masih ada tanaman padinya. Sementara sebagian petani lainnya menyelamatkan tanaman padi yang masih bisa diselamatkan, sehingga pada waktunya tanaman yang terselamatkan itu bisa panen, meskipun tetap saja dihitung merugi, walaupun tidak sebesar si petani emosi. Dahulu pernah ada gropyokan (menangkap tikus secara beramai-ramai) bahkan setiap pematang sawah dikompor belerang, tetapi beberapa tahun terakhir sudah sangat jarang dilakukan. Ular-ular pun sudah sangat jarang akibat mati kena dampak penyemprotan herbisida dan pestisida sintetik. Itulah yang menyebabkan tikus beranak-pinak dan suatu waktu akan mengganas. Sebagian petani lagi, termasuk kakak saya, merasakan keuntungan setelah musim panen sebelumnya mengalami kerugian. Ada pula petani yang memasang memedi sawah atau umbul-umbul dan kaleng bersuara yang dipasang beberapa baris di persawahannya guna menakut-nakuti burung juga walang sangit dan tikus. Caranya dengan menggerak-gerakkan umbul-umbul tersebut. Itulah petani. Ada saatnya merugi, ada saatnya untung. Dalam pengamatan saya, wilayah Kabupaten Cilacap sebelah timur (Adipala, Maos, Sampang, Kroya, Binangun) tidak bersamaan musim tanam dan panennya. Begitu juga dengan Kabupaten Banyumas, Kebumen, Purworejo, serta Kulon Progo, Bantul, dan Sleman tampak sepanjang perjalanan Sleman-Kroya dan sebaliknya Kroya-Sleman musim tanam dan musim panen tidak bersamaan. Kami pun menyempatkan berwisata ke Pantai Widara Payung, Binangun, Cilacap.
Pantai Widara Payung
Mendoan, camilan asal tempe khas Banyumasan, dijual di warung-warung makan di pinggir Pantai Widara Payung
Pedagang bado pakai nama di kawasan Pantai Widara Payung Tak lupa, saya membeli makanan khas Banyumasan, seperti cenil, oyek, dan kue lapis. Biasanya makanan itu adanya setiap hari pasaran, tetapi sekarang tersedia di warung-warung sayuran.
Cenil, makanan bertekstur kenyal khas Banyumasan yang ditaburi parutan kelapa dan gula pasir
Oyek, makanan khas Banyumasan yang ditaburi parutan kelapa (dok: foto-foto pribadi) Baca juga: Daftar Pantai di Jawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H