Lihat ke Halaman Asli

Goa Selarong dan Nenek-nenek Penjual Buah

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13460304461889578984

Setelah silaturrohim kepada dua orang kawan Bantul, Yogyakarta di bilangan Triwidadi, Pajangan dan Argodadi, Sedayu, berbekal cerita dari teman tersebut kami berempat menuju ke Goa Selarong siang kemarin (26/8/2012).  Gua Selarong adalah saksi sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro dan laskarnya yang digunakan sebagai markas gerilya melawan penjajahan Belanda. Dari area gua inilah Pangeran Diponegoro menyusun taktik dan berdiskusi dengan para pengikutnya dalam upaya melakukan serangan kepada Belanda. Selama bermarkas di Gua Selarong, laskar Pangeran Diponegoro telah diserang tiga kali oleh Belanda, yaitu pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4 Oktober 1825. Peperangan yang terjadi antara Laskar Pangeran Diponegoro dan Belanda itu dikenal dengan nama Perang Jawa yang berlangsung selama lima tahun, yaitu pada tahun 1825 - 1830. (dok. http://gudeg.net/id/directory/11/592/Goa-Selarong.html) Goa Selarong terletak di Dusun Kembang Putihan, Guwosari, Pajangan, Bantul, DI. Yogyakarta. Perjalanan menuju ke goa tersebut sudah beraspal dan naik turun berbukit, tetapi karena saya mengambil jalan yang belum pernah saya lalui, maka kami harus bertanya tiga kali. Ploooong....akhirnya kami sampai ke Goa Selarong, pintu masuk gerbangnya ada patung gagah Pangeran Diponegoro menunggang kuda. Informasi dari penjaga pintu masuk, pada muslim Liburan Lebaran ini cukup banyak yang berkunjung ke Goa Selarong. Setelah membayar HTM  sebesar Rp. 4.500 (2 orang orangtua, 2 anak-anak) kami pun menuju parkiran sepeda motor. Ada sekitar 30-an sepeda motor. Sementara di parkiran mobil hanya terlihat dua mobil. Sepanjang jalan menuju parkiran, saya melihat ada pohon beringin besar nan rindang,di selatan beringin ada parkiran kendaraan pegawai Obyek Wisata Goa Selarong, kemudian ada toilet. Mushola Pangeran Diponegoro terdapat di sebelah utara beringin. Ada juga patung Pangeran Diponegoro menunggang kuda yang nangkring di atas diorama. Kemudian di sebelah baratnya ada denah atau peta Obyek Wisata Goa Selarong. Pada denah ada beberapa tempat yang dinamai Goa Putri, Goa Kakung, Sendang Manik Moyo, air terjun, dll. Setelah memarkir kendaraan kami berjalan menuju Goa Kakung dan Goa Putri yang berada di atas. Pada kanan kiri jalan hingga jalan berundak-undak menuju Goa Selarong ada beberapa rumah warga dan outlet/kios toko, tetapi masih belum buka. Ada pula 2-3 warung makanan dan minuman dan penjual makanan dan minuman serta buah-buahan. Mayoritas penjual adalah nenek-nenek dengan variasi umur 60-70 an tahun. Kami pun berhenti membeli makanan dan minuman pada salah seorang penjual, karena anak-anak sudah lebih dahulu menghambur ke penjual yang menjajakan barang dagangannya di lantai di sebuah rumah laiknya pendopo. Penjual yang masih belum tua, umur sekitar 40-an tahun, itu cukup cerewet menawarkan barang dagangannya. Ada makanan dan minuman modern laiknya di gerai-gerai modern, ada pula buah-buahan lokal Indonesia seperti sawo, jambu air, dan jambu monyet (mete). Di belakangnya ada patung kecil Pangeran Diponegoro menunggang kuda. Setelah dirasa cukup untuk bekal, kami membeli buah sawo, makanan dan minuman untuk anak-anak, kami melanjutkan perjalanan menuju Goa Kakung dan Goa Putri. Kami bergegas ingin mengetahui seperti apakah goa tersebut. Pasalnya kami memang baru sekali ini ke goa ini. Baru menapaki  undakan pertama dua orang nenek sudah "mencegat" kami dengan teriakan menawarkan dagangannya. Seorang nenek, berumur sekitar 70-an tahun, menjajakan buah sawo yang ditaruh di lantai yang sudah diberi alas agar buah tidak kotor. Seorang nenek lagi, berumur 60-an tahun, berada di sebuah kios sangat sederhana yang menjual aneka makanan dan minuman. Karena kami sudah membeli makanan dan minuman, kami pun melanjutkan langkah lagi. Seorang nenek di undakan berikutnya juga "mencegat" kami. Ia, berumur sekitar 60-an tahun, menjual aneka makanan dan minuman modern juga buah-buahan. Sama seperti sebelumnya, kami pun bergegas menuju Goa Kakung dan Goa Putri. Sepuluh detik kami memandangi undakan yang tambah meninggi. Wuihhh... capek juga menaiki undakan ini, benar-benar menguras energi, maklum jarang naik gunung, hehehe..... Plooooong...akhirnya sampai juga ke puncak. Kami duduk sembari makan dan minum. Goa Kakung dan Goa Putri adalah sebuah cerukan dari bongkahan besar batu karang yang dibelit oleh akar-akar pohon. Pada beberapa akar dicoret-coret tulisan nama seseorang, juga pada bongkahan batu karang ada beberapa tulisan. Barangkali anak-anak muda-mudi iseng saja, maksud mereka ingin mengabadikan namanya sekaligus ingin diketahui pengunjung bahwa mereka pernah ke sini. Tindakan mereka sebenarnya merusak cagar budaya. Di area ini ada ada lagi seorang nenek berumur 70-an tahun. Ia bahkan lebih "cerewet" menawarkan dagangannya pula. Ada buah sawo, jambu  monyet (mete), biji mete kering, dan jambu air. Ada rasa bangga akan semangatnya sang nenek yang masih kuat hingga ke puncak sini berprofesi sebagai pedagang. Sementara nenek-nenek yang lain hanya berprofesi sebagai peminta-minta. Saya pun merogoh tiga keping logam uang, inginnya memberikan saja, tetapi hati saya berkata, "Bisa saja sang nenek enggan menerimanya". Akhirnya saya niatkan untuk membeli jambu air berwarna merah tua yang diplastik. Entah saya tidak hafal jenis jambu air apa. Jambu itu harganya Rp 2.000. Namun uang saya hanya tiga keping, maka saya memilih jambu air yang lain. Nenek itu memberi saya empat buah jambu air yang berukuran cukup besar. Kebetulan di sebelah nenek ada dua pengunjung yang sepertinya hendak membeli juga. Mereka mengobrol yang memang sangat khas orang Jawa. Nenek dan pengunjung itu kelihatan sangat akrab, selalu tersenyum menandakan sebuah kegembiraan. Kemudian kami menuju sebuah dangau di atas bukit Goa Kakung dan Goa Putri ini melalui undakan. Wah..wah.. ternyata di sekitar dangau adalah hutan yang penuh dengan pepohonan. Ada dua pasang muda-mudi sedang berbincang di dangau. Mungkin saja ada pengunjung yang ke Goa Selarong tanpa melalui pintu HTM. Mengingat ada jalan lebar tidak beraspal, melainkan jalan dari batu kapur/gamping. Setelah puas, kami pun menuju Goa Kakung dan Goa Putri lagi. Beberapa pengunjung berfoto ria di depan goa. Kemudian kami turun menuju area permainan anak-anak. Ada prosotan, ayunan, dan lain-lain. Tampak ada bekas air terjun di sebelah barat Goa Kakung. Ada tiga area permainan anak, meskipun beberapa permainan kondisinya sudah agak rusak. Dua area terbawah ada nenek-nenek penjual. Ada rasa bangga akan semangatnya sang nenek yang memilih berprofesi sebagai pedagang. Sementara nenek-nenek yang lain hanya berprofesi sebagai peminta-minta. Setelah sampai di bawah, karena capek, kami pun tidak meneruskan langkah ke Sendang Manik Moyo dan tempat lainnya. Kami pun pulang setelah membayar parkir sebesar Rp 2.000. Mengetahuai saya membayar parkiran, anak kami yang cowok berkata, "Murah, ya Pa". Memang Obyek Wisata Selarong ini terbilang murah. Beberapa wahana permainan sudah saatnya diperbaiki dan juga perlu ditambah diorama atau semacam museum mengenai perjuangan Pangeran Diponegoro dan laskarnya atau kisah heroik lain sehingga mampu menarik pengunjung lebih banyak lagi. Kehidupan Pangeran Diponegoro selengkapnya bisa Anda jumpai di Museum Diponegoro yang berada di Jl. HOS Cokroaminoto TR III/430, Tegalrejo, Yogyakarta. Ayo Kita Berwisata Indonesia!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline