Berbedanya Artikel Palu Arit Robi Gandamana Dan Asaro lahagu.(esensi paragraf PKI)
Maaf... Kali ini saya mohon masukan dari kompasianer, sekali lagi maaf, saya menghaturkan rasa hormat untuk keduanya, saya mohon masukan karena pemikiran saya gagal memahami, Mas Robi yang biasa saya nikmati artikelnya di Web .... dan Blog .... (Sensor) juga kompasiana, dan pak Asaro yang selalu saya nikmati artikelnya di Kompasiana. pada judul artikel Asaro lahagu 'ketika Jokowi 'Gila' dan ahok 'Bajingan' Skenario singapura atas Indonesia Gagal. dari atas saya menikmati semua analisa Asaro lahagu yang mengalir memuji hebatnya Jokowi dan ahok, saya sudah mengetahui kalau pak Asaro terbiasa memuji Jokowi dan ahok, dan itu wajar menurut saya, siapapun boleh melakukanya, namun saya terhenti di paragraf kedua dari akhir, ijin saya kutip. Paragraf itu mengatakan :
Itulah sebabnya pemerintahan Jokowi terus melempar isu bangkitnya PKI. itulah salah satu cara melawan isu-isu sektarian dan radikalisme yang mungkin ikut di lancarkan bangsa lain. padahal sebenarnya isu PKI itu hanya taktik pemerintah untuk menghajar ormas-ormas yang berbaju keagamaan. Selama ini pemerintah sulit membubarkan ormas-ormas atau berbagai organisasi itu karena mereka memakai agama sebagai tamengnya. Maka cara menghajarnya adalah melempar isu komunis kepada ormas-ormas itu sehingga pemerintah punya cara untuk menekuknya atas nama ideologi juga. Jika isu-isu sektarian itu berhasil di padamkan pemerintahan Jokowi. maka pemerintah akan fokus membangun tanpa gangguan.
[caption caption="Www.pinion.com"][/caption]
Benarkah pemerintahan Jokowi melakukan hal ini.? Saya mohon pencerahan dari para kompasianer, mengingat saya masih muda dan suka bingung mendapati dan membaca artikel. di satu sisi saya membaca artikel Mas Robi Gandamana yang berjudul 'Negeri pengindap "Palu Arit Phobia" Akut. di situ Mas Robi menjelaskan secara gamblang, janganlah alergi dengan komunisme, argumentasi Mas Robi sangat relevan (penguatan relevan karena di jadikan headline kompasiana) jelas di artikelnya Mas Robi mengatakan dengan baik NKRI harga mati, jangan takut komunisme.
Kenapa saya bilang bertolak belakang, karena bila saya baca artikel Mas Robi secara Langsung artikel itu mematahkan bagian paragraf artikel pak Asaro lahagu (yang saya kutip di atas.) Mas Robi berpendapat kita-kitalah ini (saya, kalian semua dan seluruh bangsa.) yang alergi sama lambang dan bentuk segala macam komunisme. sedangkan Asaro menyebut pemerintah Jokowi yang sengaja terus menghidupkan isu PKI untuk menghantam ormas-ormas.
Di kesempatan ini saya mohon sebuah pencerahan dari para sesepuh kompasiana. karena saya gagal paham esensi paragraf PKI yang bertolak belakang itu, apakah teriakan-teriakan menkopolhukam dan lainya yang sedang giat-giatnya akan membongkar kuburan massal korban 65 bisa di jadikan parameter bahwa pemerintahan Jokowi ingin terus melempar isu-isu tersebut.? bila iya, maka artikel paragraf PKI dari artikel pak Asaro benar.
Sedikit flasback tentang PKI (Partai Komunis Indonesia.) di masa lalu, buku Putih yang berusaha menjelaskan ikhwal PKI sudah banyak di terbitkan oleh tokoh-tokoh yang yang di anggap PKI dan sudah menjalani hukuman (eks Tapol) dan sepengetahuan saya, tidak ada buku yang di larang terbit, kecuali di jaman orba. hingga karya ilmiah disertasi Hermawan sulistyo pun tentang tragedi 65, (Palu Arit di Ladang Tabu) laris manis dan di akui esensi serta isinya.
Karena banyaknya buku putih, atau buku penyangkalan peristiwa 65, maka pemerintahan Jokowi berupaya terus untuk mencari kebenaran sejarah, karena menurut saya secara langsung buku-buku kesaksian tentang PKI tersebut membantu pemerintahan Jokowi untuk menyelidiki dengan benar.(perbaikan sejarah ingin di lakukan pemerintahan Jokowi, yang salah katakan salah yang benar akan di katakan benar,) jadi di sinilah mungkin terlihatnya pemerintahan Jokowi seakan-akan terus melempar isu PKI. padahal pemerintahan Jokowi sedang ingin membersihkan atau membenarkan sejarah.
Jika melihat pro dan kontra terkait pencarian fakta peristiwa PKI di masa lalu, saya melihat pemerintahan Jokowi justru banyak mendapat kecaman dari berbagai kalangan, semisal contoh rekonsiliasi nasional tentang PKI, beberapa pihak berdatangan menolak dan memberikan argumentasinya. DPR juga terbelah pendapatnya, pemerintahan Jokowi terlihat berjalan sendiri, di sini artikel Mas Robi menjadi benar, bangsa phobia palu arit, karena bila tidak ada phobia, pastilah semua elemen mendukung pencarian fakta baru untuk sebuah perbaikan sejarah, dan selanjutnya setelah fakta sebenarnya terkuak barulah di lakukan rekonsiliasi nasional tentang hal ini.
Bagaimana mungkin pemerintahan Jokowi bisa membetulkan sejarah tentang peristiwa PKI bila tidak mendapat dukungan bangsa ini? cobalah sedikit saja merealistiskan pemikiran bahwa sejarah adalah sejarah yang harus di cari kebenaranya, setelah semua terungkap pemerintah juga akan melakukan rekonsiliasi. seharusnya baik pihak yang merasa bersalah maupun pihak yang merasa benar bisa duduk bersama dan merumuskan kepentingan sejarah tersebut.