Lihat ke Halaman Asli

Banu Zahid

Mahasiswa

Mengejar Waktu

Diperbarui: 5 Oktober 2021   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sering kita mendengar kalimat bijak "Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya". Kalimat sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Seperti biasa pagi yang cerah dua sahabat itu menjelajah sebuah bukit yang penuh misteri. 

Masyarakat sekitar menyebutnya bukit keindahan, mitosnya setiap orang yang berhasil menemukan bukit itu akan terpesona keindahannya. 

Zaman dahulu ada seorang pemuda berani yang berhasil menemukan bukit itu, di sana banyak bunga-bunga dan harum wanginya. Pemuda itu tidak tahu kalau bunga-bunga itu hanya mekar setahun sekali. Bunga yang begitu cantik tersebut membuat pemuda jatuh -cinta, pikirannya terbang membayangkan bunga-bunga itu menghiasi alam raya ini. 

Setiap pagi dan sore pemuda itu rajin mengunjungi bukit misteri hanya untuk memastikan semuanya aman. Walaupun jarak tempat tinggal dan bukit cukup jauh namun karena cintanya bagi pemuda itu hal yang mudah. Setiap hari terus berkunjung tanpa henti sampai suatu saat hujan deras turun dan menghancurkan bunga-bunga tersebut. 

Betapa kecewanya pemuda itu kepada semesta, mengapa engkau ciptakan keindahan? Lalu engkau pula merusaknya?. Sambil menangis dan kecewa dengan keadaan tersebut pemuda itu pulang. Setelah kejadian tersebut pemuda masih tetap mengunjungi bukit untuk melihat kenangan-kenangan yang sudah di laluinya. Sesekali mencoba mencari  sisa-sisa bunga yang sudah hancur dan bercampur dengan tanah. 

Tak habis pikir bagi pemuda itu pertemuan yang singkat membekas kenangan yang begitu dalam. Hari-hari sudah berlalu namun ingatan yang indah tidaklah mudah untuk dilupakan dan dibuang begitu saja. 

Pemuda itu kemudian pergi jauh agar ingatan yang membekas itu pudar, kini ia menetap di balik bukit indah itu dengan berjalan lima hari lima malam. Setelahnya ia sampai, kemudian ia mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Ia mencoba mengenal dirinya sendiri lebih dekat dibanding yang lainnya. 

Sudah hampir setahun setelah meninggalkan bukit indah, ia akhirnya berhasil mengenal dirinya sendiri. Ia mengerti bahwa semesta juga memiliki perasaan, walaupun sulit dibayangkan bagaimana sistem kerjanya, namun ia menyadari selama ini ia hanya mencintai keindahan bunga-bunga itu dan lupa siapa yang menciptakan keindahan tersebut. 

Ia begitu menyesal dengan perasaannya selama ini yang lebih banyak mencintai ciptaan dari pada sang penciptanya. Setelah ia menyadari kesalahan tersebut kemudian pemuda itu memohon dan berdoa untuk dimaafkan segala keegoisan selama ini. 

Ia berkata "Wahai sang pencipta keindahan, hamba telah ingkar selama ini terhadap nikmat engkau, hamba telah lalai hidup sehingga hamba melupakan engkau, hamba sadar bahwa segala sesuatu yang engkau ciptakan begitu indah hanya bukti bahwa engkaulah maha keindahan itu sendiri, engkaulah yang patut hamba cintai, engkaulah yang patut hamba rindukan setiap detiknya". Setelah kejadian ini pemuda itu kembali datang ke bukit yang membuatnya lupa dan ingkar terhadap sang pencipta. 

Setahun berlalu setelah ia tinggalkan ternyata bukit itu tumbuh bahkan jauh lebih indah dari yang sebelumnya ia lihat. Betapa bahagianya pemuda itu menyaksikan keindahan bunga-bunga seolah-olah ia dihidupkan kembali oleh pencipta hanya untuk dirinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline