Lihat ke Halaman Asli

Otonomi Daerah yang Kebablasan Adalah Salah Satu Sumber Petaka Bangsa. (Dosa Besar Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A.)

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395393698934980998

Gambar kreasi dari berbagai sumber.

Otonomi Daerah yang kebablasan adalah salah satu sumber petaka Bangsa. ( Dosa besar Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A.)

Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A., sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi  harus bertanggung jawab penuh atas berbagai akibatpemikiran otonomi daerah yang kini menjadi beban pembengkakkan angka Korupsi dan keamburadulan birokrasi.

Reformasi birokrasi pemikiran Ryaas Rasyid yang akhirnya justru berbuntut pada hilangnyaprofesionalisme birokrasi di Daerah dan mahalnya Politik Kekuasaan di Daerah yang bermuara pada merebaknya Korupsi sampai basis birokrasi paling bawah.

Salah satu contoh nyata , adalah tidak adanya batas kewenangan Pemerintah Daerah dalam menyusun Birokrasi didaerah. Bupati, Walikota dan Gubernur mempunyai kebebasan untuk memenuhi hasratnya dalam menempatkan pejabat-pejabat teras , tidak berdasarkan kompetensi akan tetapi berdasarkan kedekatan dan balas jasa semasa pencalonannya sebagai Bupati, Wali Kota atau Gubernur.Pasca pemilihan Bupati/Walikota atau Gubernur nyaris tidak akan pernah lepas dari mutasi besar-besaran pada posisi Teras tiap-tiap Dinas. Maka jangan Kaget bila Kepala dinas Kehutanan disuatu Daerah sama sekali tidak mengenal masalah hutan, karena diangkat dari seorang Camat. Bila Bupati, WaliKota dan Gubernur yang berbasis Politik Praktis tidak mengenal dan tidak menghargai pentingnya satu kompetensi dalam memegang satu jabatan kemudian hanya berfikir untuk balas budi, akan jadi apa Negeri ini ?

Banyaknya kasus sengketa PILKADA yang juga karena alasan Politis semata diubah manjadi PEMILUKADA sekedar untuk mendapat “ perlindungan “ dari Mahkamah Konstitusi dan jaringanKORUPSI/SUAP menuju Mahkamah Konstitusi, itu juga“DOSA-RYAAS RASYID”.Ryaas Rasyid pulalah, sebenarnya pencetak para koruptor / penyuap dalam setiap laga Pemilu Kada.

Dari segi system pemisahan kekuasaan Pusat dan Daerah, ada berapa Negara yang menganut faham yang diterapkan Ryaas Rasyid? Dinegara besar, sebuah Negara Federal sebesar Amerika Serikat pun hanya memisahkan kekuasaan pada dua tingkat kewenangan, yaitu Kewenangan Negara Bagian dan Kewenangan Federal.

Batas kewenangan antara Propinsi dengan Kabupaten Kota yang tidak jelas , semakin menjauhkan Politik Kebijakan Pusat dengan Daerah. Kewenangan Legislatif di Daerah akhirnya dalam praktik kenyataannya overlapping dengan kewenangan Eksekutif. Hampir semua tender dengan pelaksana Proyek yang terjadi didaerah tidak akan lepas dari campur tangan langsung Legislatif. Hanya dengan adanya deal-deal pembagian kepentingan antara Eksekutif dan Legislatif tender setiap proyek bisa berjalan. Ini Juga“ Dosa “ Ryaas Rasyid.

Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A. memang bisa berkilah, bahwa otonomisasi yang berlaku saat ini sudah bukan tanggung jawabnya lagi karena sudah menjadi amanat Undang Undang Dasar. Otonomisasi adalah hasil Amandemen UUD 45. Akan tetapi justru itulah dosanya semakin besar, memanfaatkan semangat reformasi yang hanya bermodal kebencian terhadap Orde Baru, melontarkan ide Otonomisasi tanpa arah untuk mengubah sebuah Undang Undang Dasar yang selain hanya untuk memberi kepuasan diri dan kesempatan berekspresi bagi actor politisi daerah juga berpotensi merobek-robek arti persatuan yang seharusnya dipertahankan.

Praktik Otonomi Daerah yang saat ini justru “menjadi beban” Bangsa Indonesia dengan menghabiskan anggaran dan kekayaan Negara dan sarat dengan kepentingan Politik sesaat yang melambungkan Tingkat Korupsi sampai ke puncak paling tinggi, adalah satu indikasi bahwa Amandemen UUD 45 telah gagal dan perlu ditinjau kembali.

Bagaimana Otonomi Daerah yang Ideal ?

Tulisan ini tidak hanya mengkritik, akan tetapi juga mencari sebuah Solusi.

Otonomi Daerah dengan pemberian kekuasan yang lebih luas kepada daerah memang sangat diperlukan, akan tetapi pembagian kekuasaan antara Pusat dengan Daerah harus hanya terjadi satu tingkat pembagian kewenangan dan tidak ada overlapping kewenangan, sehingga pertanggung jawabannya menjadi jelas. Dimana Pusat hanya terbatas mengurusi masalah HANKAM NAS, Politik Nasional dan Hubungan Luar Negeri, system Ekonomi Nasional, System Kesejahteraan Nasional serta Hukum dan Hak Azasi Warga Negara/Manusia. Sedangkan masalah Pembangunan seutuhnya diserahkan kepada Daerah. Biarlah Daerah bersaing dengan kelebihan dan kekurangannya untuk kemudian saling bekerja sama antar daerah dengan atau tanpa mediasi kewenangan Pusat.

Akan tetapi yang paling penting “ TIDAK LAGI ADA PEMBAGIAN KEWENANGAN BERTINGKAT-TINGKAT DENGAN OVERLAPPING KEWENANGAN”Dimana hanya ada pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah dengan otonomi luas sampai dengan tingkat Propinsi. Sedangkan Kabupaten dan Kota adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Otonomi Propinsi.Tidak ada lagi Pemilu Kada Kabupaten – Kota , Tidak ada lagi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten /Kota. Bupati dan Wali kota “TIDAK LAGI PERLU DIPILIH “ akan tetapi adalah merupakan Birokrasi dibawah Pemerintahan Otonomi Propinsi. Konsekuensi dari hilangnya Otonomi Kabupaten/Kota, maka Propinsi denganotonomi yang lebih luas di sebuah Negara Besar seperti Indonesia ini, tidak akan cukup hanya dengan 34 Propinsi. Berapa Propinsi ? Itu yang harus dikaji untuk munculnya sebuah Undang-Undang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline