Mencintai dan dicintai bukan suatu yang mudah. Terutama, bagi seorang pencinta perlu mengorbankan banyak hal agar tidak melukai orang yang dicintainya. Tetapi anehnya, sebagian orang beranggapan, cinta merupakan suatu hal yang tabu, yang sering dialami oleh anak muda dari masa ke masa, istilah kerennya, Pacaran.
Nah, di sini kesalahan yang sering didapati, selalu mengaitkan cinta dengan pacaran. Padahal bisa di kata cinta itu murni yang sifatnya universal dan tidak dapat dicampur adukkan degan satu objek saja. Dalam buku The Art of Loving Erich Fromm mengemukakan, cinta itu Knowledge (Pengetahuan - terj).
Dari kata Knowledge, dapat diartikan, cinta butuh suatu pengetahuan di dalamnya, tanpa pengetahuan cinta akan kehilangan makna sesungguhnya. Bagi seorang pencinta atau pun yang dicintai. Terus kok bisa, semakin cinta, semakin merasakan sakit?
Cinta seperti teka teki yang tak ada habisnya, semakin mencoba untuk memecahkannya, semakin jauh pula makna yang didapatkan. Apalagi sampai berusaha untuk memiliki dan hanya sekedar untuk pacaran. Padahal cinta sejati pada lawan jenis hanya ada pada jenjang yang lebih serius, yaitu, pernikahan.
Jadi, hal pertama yang perlu dilakukan, yaitu mencintai pemilik cinta itu sendiri. Jika sudah mencintai sang pemilik, maka tidak ada kemustahilan bagi kita untuk mendapatkan ciptaannya. Yah, walaupun dalam mencintai sang pemilik cinta, kita mengorbankan banyak hal yang bersifat Duniawi, fokus beribadah mendekatkan diri padanya.
Seperti yang telah di jelaskan pada QS. Maryam 19:98
"Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka)."
Selanjutnya yaitu, cinta anak pada kedua orang tuanya begitu juga sebaliknya. Pada jenis cinta ini, terdapat banyak pengorbanan dari kedua belah pihak. Diantaranya, Orang tua berjuang mati-matian menyekolahkan anaknya hingga jenjang yang lebih tinggi. Kadangkala, saat mendapati mereka marah, sampai mengeluarkan kata yang tidak pantas di ucapkan pada sang anak. sehingga terlintaslah di benak sang anak, jika mereka tak lagi cinta atau pun sayang. Padahal di lain sisi mereka hanya tidak ingin melihat masa depan sang anak terlihat suram nantinya.
Sesekali juga sang anak merasa kesal dengan perlakuan seperti itu, tetapi, sang anak tak berdaya untuk melawan. Pada akhirnya hanya mampu memendam amarah itu dan itu tak baik bagi kondisi psikis nantinya.
Untuk menghindari adanya rasa benci dalam diri, yaitu mengajak mereka duduk di saat ada waktu luang. Kemudian, mulailah sampaikan dengan baik agar tidak ada kesalahpahaman dari kedua belah pihak, atau malah membuat orang tua berpikiran jika, sang anak sudah salah pergaulan dan membuat masalah semakin rumit dari sebelumnya.
Seperti halnya yang telah dijelaskan dalam QS. Al-Isr 17: 23