Lihat ke Halaman Asli

Aku Bukan Pencontek

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Sekarang ulangan IPA, ya!” ujar salah seorang siswa

“Waduh, belum baca buku tadi malam!”

“Iya, saya juga. Soalnya waktu pulang les langsung tidur! capek!”

“Gimana nih? Bu Talita lagi. Kamu tahu kan matanya seperti apa. Kita gak bakalan bisa menyontek.

Seorang siswi baru saja masuk ke kelas sambil berjalan pelan. Siswi tersebut dengan santainya menggendong tas dan menuju meja paling pojok. Segerombolan siswa tadi meliriknya tajam.

Liat… liat… itu si Melsa datang!” ujar Dita

“Iya. Benar, Dit! Saya gak mau sebangku sama dia. Dia kan terkenal suka menyontek”

“Alaaah. Sok Pintar kamu, Jes. Memangnya kamu pintar, jadi dicontek. Yang ada malah kamu yang mencontek!” sambar Dita.

“Iya, benar tuh!” seorang siswi menyahut, namanya Kirana.

“Ah… sudah. Pokoknya aku gak mau sebangku dengannya, titik!”

“Udah! Sekarang mending kita baca buku saja! 10 menit lagi masuk nih!” pinta Jessica

Ruangan kelas mulai diisi oleh siswa siswa. Bel masuk segera berbunyi. Mereka bertiga segera membaca buku sedangkan siswa lainnya terlihat tenang karena sudah sisap menghadapi ulangan nampaknya. Hmmm, atau tegang sehingga hilanglah semua ekspresi. Kaum laki-laki tampak santai dengan candaan-candaan pagi, semisal membicarakan pertandingan sepakbola.

“Bob, Madrid Barca siap yang menang?”

“Barcelona dong!”

Ya, seperti itulah kiranya pembicaraan pagi itu. Ada yang peduli, ada yang tidak. Ada yang mencerca ada juga yang dicerca. Ada yang berprasangka dan ada yang disangka. Itulah Melsa. Siswa kelas 2 SMP yang setiap hari selalu mendapatkan prasangka-prasangka aneh dari teman-temannya, terutama tentang kebiasaan mencontek. Konon, Melsa sering disangka suka mencontek oleh teman-temannya, apalagi dari ketiga siswi tadi, yaitu Jessica, Dita dan Kirana.

Ini sudah kesekian kalinya Melsa mendapatkan prasangka-prasangka buruk terhdap dirinya. Namun, Melsa tak pernah memperdulikan setiap ucapan dan omongan dari temannya itu. Melsa selalu saja bersabar dan mencoba tenang dengan segala hal yang ia hadapi.

“Wah, pagi ini mereka sudah berkumpul. Kenapa, ya, mereka selalu begitu padaku?” ungkap Melsa dalam hati.

“Hmm, kalau saja aku seorang pemberani. Barangkali aku akan berteriak dan menjelaskan segalanya”

“Kenyataan berkata lain. Ya, sudahlah. Terserah mereka mau bicara apa.” Melsa menutup sendiri pembicaraannya.

“TEEEEEET…TEEEEET…TEEEEET!!!” bel berbunyi tiga kali. Itu tandanya semua siswa harus masuk kelas. Kini Dita, Kirana, Jessica, dan Melsa bersatu dalam sebuah ruangan kelas yang indah. Itupun indah karena esok hari ada penilaian lomba kebersihan kelas.

Oke, tak berselang lama, Bu Talita masuk dan menyapa seluruh siswa dengan bibir merah merekah. Setiap kali Ibu berbicara, tatapan siswa, terutama laki-laki pasti tertuju pada bibir si Ibu. Tidak jarang sang ibu sering mengomentari tatapan para siswa kepadanya. Ah, sudahlah.

“Baik, silakan keluarkan kertas selembarnya! Beri nama dan nomor absen!” perintahnya.

Melsa dengan keheningannnya merasa gugup untuk mengikuti ulangan IPA ini. Ya, memang kenyataan bercerita bahwa Melsa bukanlah anak yang terlalu pandai untuk urusan pelajaran. Itu bukan karena Melsa bodoh atau tak bisa mengikuti pelajaran. Itu karena Melsa termasuk siswi yang belajar dengan cara seni.

Seni yang bisa membawanya untuk belajar. Jikalau dia kurang bisa mengikuti pelajaran itu karena mayoritas guru masih menggunakan cara yang kurang sesuai dengan jiwanya. Jiwa seni. Seni sering dihilangkan dalam proses belajar di kelas. Barangkali itu. Ya, Melsa berusaha menghilangkan kegugupannya dengan berteriak dalam hati kemudian menghirup udara pelan-pelan. Berhasil.

“Oke, tulis soalnya, ya! Ibu akan membacakannya!”

Seluruh soal sudah siswa tulis. Kini saatnya seluruh siswa mengerjakan setiap pertanyaan yang diberikan Bu Talita tadi.

“Kalian kerjakan dengan sebaik mungkin, ya. Tidak ada yang mencontek!” titah sang guru.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline