Rumah menyatu dengan Apotek Sido Waras, beralamat di jalan Gunung Rajabasah Raya Blok E No. 06 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung. Meskipun beralamat di Perumnas, namun aku tidak memilikinya sejak awal. Aku membeli dari pemilik lama yang pindah ke Padang.
Kebetulan di halaman depan rumah terdapat pohon mangga dermayu, yang berjarak sekitar 4 meter dari dinding depan rumah. Memang saat awal menempati rumah ini bulan Oktober tahun 1993, diameter pohon mangga tersebut baru lebih kurang 7 Cm. Selanjutnya dekat dengan pohon mangga, kecuali dibuatkan kolam kecil dengan berbagai jenis ikan yang hidup didalamnya, juga ditanami tanaman obat. Oleh istri di sekitar kolam, dan pohon mangga diserasikan dengan tanaman hias, dan bunga pot.
Dengan adanya berbagai tanaman tersebut kecuali dapat berfungsi sebagai peneduh, dan penghias rumah ( Jawa = petetan ) sekaligus juga dapat berfungsi sebagai penyaring udara. Tetapi karena pohon mangga setiap saat berbuah, dan bila buahnya dimakan dapat menyebabkan orang kenyang ( Jawa = mlentet ); Maka tanaman hias yang ada di halaman depan rumah, kurang tepat bila hanya disebut petetan. Akan lebih tepat bila disebut plentetan, artinya petetan yang dapat memlentetkan alias hiasan yang dapat mengenyangkan.
Pohon mangga ini tumbuh subur, dan berbuah terus menerus bisa dikatakan tidak berbuah musiman. Artinya pohon mangga ini tanpa terputus ada bunganya, ada buah yang masih sangat kecil, ada buahnya yang kecil, ada buahnya yang sedang, ada buahnya yang besar. Ada juga buahnya yang sudah tua, ada buahnya yang sudah matang, dan bahkan kadang -- kadang ada juga buahnya yang sudah dimakan kalong atau codhot sebagian.
Bersyukurnya lagi, aku sekeluarga dapat membantu para ibu hamil yang memerlukan mangga mengkal buat anak yang dikandung, katanya. Istilah Jawanya, ibu yang sedang nyidam atau ngidam. Tidak memandang siapa yang memintanya, bagi mereka yang membutuhkan dipersilahkan, dan tak jarang mengambil sendiri setelah minta izin.
Hingga saat ini tepatnya tanggal 1 Oktober 2020, berarti aku sekeluarga sudah menempati rumah ini lebih dari 27 tahun. Dari kenyataan ini, pohon mangga dermayu tadi sudah berumur lebih dari 30 tahun. Dan ternyata setelah aku ukur diameter pohonnya sudah mencapai sekitar 40 Cm, sedangkan jaraknya dari dinding rumah sekitar 35 Cm.
Dengan rimbunnya pohon mangga, dapat menarik perhatian burung -- burung untuk menginap, dan membuat sarang. Suatu waktu terdapat sarang burung emprit 5 buah, dan bahkan lebih belum lagi sarang burung kutilang. Kesemuanya aman -- aman saja, karena memang tidak ada orang yang mau mengusik keberadaan sarang - sarang burung tersebut.
Karena yang bersarang silih berganti, maka ada kalanya sarang yang masih baik kondisinya, dan ada pula sarang yang kelihatan sudah lapuk, artinya sarang tadi sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya.
Di dunia memang tidak ada yang langgeng, tidak terkecuali tanaman. Dengan silih bergantinya cabang -- cabang pohon mangga, ternyata ada 2 cabang kering yang posisinya ada dipaling atas pohon. Dari 2 cabang kering ini, masing -- masing terdapat sebuah sarang burung emprit. Namun dari penampakan sarangnya, satu diantaranya kelihatan kalau sudah lama ditinggalkan penghuninya. Sedangkan yang satu lainnya masih tampak bagus, kemungkinan masih ada penghuninya.
Karena posisi cabang kering ini ada di pohon paling atas aku khawatir kalau patah, dan jatuh menimpa genteng bila ada angin atau hujan deras. Untuk menghilangkan kekhawatiran aku memanjat pohon mangga sambil membawa gergaji, dengan maksud akan memotong cabang yang sudah kering tersebut.
Begitu sampai di atas aku lalu mulai menggergaji salah satu cabang kering yang sarang burungnya tampak sudah lapuk, terlebih dahulu. Saat menggergaji satu cabang kering, tanpa ku tahu dari mana datangnya hinggap sepasang burung emprit di cabang kering lainnya.