Lihat ke Halaman Asli

Jadilah Guru yang Baik atau Tidak Sama Sekali

Diperbarui: 30 April 2016   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jadi, ceritanya hari ini saya mengikuti pelatihan yang diadakan oleh sekolah saya: SMA SMART 1 Bogor. Materi yang disampaikan oleh narasumber adalah tentang sistem SKS yang akan diterapkan mulai tahun depan di tempat saya mengajar.

Sistem ini, akan membuat siswa lebih nyaman mengikuti pelajaran. Mereka yang bisa diajak ‘berlari’ belajarnya, maka akan ‘berlari’ kencang. Sehingga golongan ini, jika memang mampu, bisa-bisa saja menyelesaikan masa SMA-nya hanya dalam waktu dua tahun. Yang penting beban sks minimal untuk lulus sudah terpenuhi. Selesai.

Sedangkan yang hanya bisa berjalan –atau bahkan ngesot, mereka tidak akan tersiksa dan terbebani. Intinya, mereka akan belajar sesuai kemampuannya. Jika memang hanya bisa menampung 30 sks setiap semester, ya tidak mengapa. Jangan memaksakan diri mengambil hingga 50 sks.

Di sistem ini, sekolah juga sebenarnya tidak mengenal kelas X, XI, dan XII. Yang ada adalah semester berapa sekarang? Simpelnya, kayak sistem ketika kuliah, lah. Ada yang bisa lulus dalam waktu 3,5 tahun. Tapi ada juga yang baru selesai ketika nyaris 14 semester

Cepat atau lambatnya selesai, bergantung seberapa serius siswa mengikuti setiap mata pelajaran.

Oke baik, sebenarnya bukan tentang sks yang akan saya bahas pada postingan kali ini. Tapi tentang sebuah pertanyaan yang mengganggu saya sejak tadi. Apa itu?

Nah, tadi si narasumber bilang, “Seorang siswa seharusnya dibiasakan untuk menjawab soal analisis dan soal yang jawabannya tidak hanya satu saja. Usahakan buat soal yang jawabannya bisa dua, tiga, atau bahkan empat.”

“Mengapa demikian?” kata bapak yang saya taksir usianya sudah berkepala enam itu, “karena pendidikan, sejatinya adalah mempersiapkan manusia yang tangguh dalam menghadapi masalah di kehidupan.”

“Nanti, ketika mereka dewasa dan menghadapi problematika, mereka harus punya solusi yang tidak hanya satu. Harus ada plan A dan plan B. Dan untuk mempersiapkan itu semua, mereka harus dibiasakan sejak dini, sejak di sekolah dan di rumah.”

Si narasumber kemudian memberi contoh, “Misalnya, ketika di SD, kebanyakan guru memberikan soal begini 7 + 3 = ....., kan?”

Saya dan semua yang hadir kemudian menjawab, “Iya, benar!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline