Perumpamaan gua di paparkan filsuf yunani kuno, Plato dalam karyanya yang berjudul Politeia (Republik).
Berikut adalah ringkasannya:
* Penjara dalam gua
Bayangkan ada sebuah gua. Didalam sebuah gua hidup orang-orang tawanan yang diikat menghadap dinding gua bagian belakang, sejak mereka usia balita. Kaki dan leher mereka terikat. Karena diikat mereka tidak bisa kemana-mana. Dan mereka hanya bisa melihat kedepan menghadap dinding bagian belakang gua.
Dibelakang pundak mereka terdapat tembok. Lalu dibelakang tembok terdapat api yang menyala. Jadi tembok berada diantara api dan tawanan.
Dan dibalik tembok ini terdapat pewayang yang memainkan wayang berupa manusia dan bentuk makhluk hidup lainnya. Para tawanan tak dapat melihat pewayang, karena pewayang bersembunyi dibalik tembok. Tapi para tawanan dapat melihat bayangan yang dihasilkan api dan wayang yang digerakkan oleh seniman wayang atau pewayang. Dan pewayang ini memainkan wayang sambil berbicara.
Para tawanan percaya bahwa suara berasal dari bayangan-bayangan wayang. Bayangan dan suara pewayang menjadi satu-satunya kenyataan dalam hidup mereka.
* Meninggalkan gua
Lalu bayangkan salah satu tawanan lepas dari ikatan yang membelenggunya selama ini sejak balita dan kanak-kanak. Kemudian tawanan yang bebas ini mulai merangkak ke sekitarnya.
Lalu ia melihat api yang menyala. Dan cahaya api yang menyala ini membuat matanya sakit. Dan membuatnya susah untuk melihat wayang yang menghasilkan bayangan. Ia jadi hanya melihat wayang dengan buram. Ia kemudian memutar balikan wajahnya ke dinding belakang gua, ke bayangan yang selama ini ia lihat dengan jelas untuk menyamankan matanya yang sakit karena silau cahaya api.
Dan bukankah ia tawanan akan memutuskan bahwa bayangan ini faktanya adalah lebih jelas daripada wayang yang buram (karena silau cahaya)? Dan kemudian akan tidak percaya jika diberi tahu bahwa wayang adalah yang asli dan bayangan adalah yang palsu?