Lihat ke Halaman Asli

Bangun Sayekti

Sarjana, Apoteker

Kemenangan Paripurna (2)

Diperbarui: 10 Juli 2016   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demikian juga hendaklah dipahami apa makna yang terkandung dalam sembahyang, puasa, zakat, haji dan lain – lain. Bila sudah dapat memahami makna yang terkandung  didalamnya, mudah–mudahan kegiatan ritual yang kita lakukan, tidak hanya sekedar memperoleh kesia – siaan belaka.

Misal. Saat melakukan sembahyang, kita mengucap Allah Maha Besar. Melakukan gerakan rukuk. Melakukan sujud dengan posisi tubuh duduk membungkuk, hingga dahi menyentuh lantai dengan mengucap Allah Maha Tinggi. Ini merupakan pengakuan kita, bahwa diri kita amat kecil dibandingkan dengan Allah Yang Maha Segalanya.

Setelah sembahyang, ucapan dan gerakan rukuk sujud memang  sudah  tidak dilakukan oleh sang wadag. Tetapi ghaib, tetap wajib melakukan rukuk dan sujud sampai akhir khayat. Dengan demikian manakala telah sampai janjinya, Allah akan mewafatkan kita kapanpun dan dimanapun berada, kita tetap dalam kondisi rukuk dan bersujud.

Kalau pemahaman makna sudah sampai ketahapan tersebut, insya-Allah orang tidak mau membunuh atau mencelakai orang lain, walau dibayar seberapapun besarnya. Tetapi kalau masih mau melaksanakan, berarti orang tersebut menganggap bahwa uang lebih besar dan lebih berkuasa dari pada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Segalanya.

Kesabaran, kejujuran dan keiklasan kita, diuji saat melaksanakan ibadah Haji. Karena pada saat ritual tersebut, pisik kita sudah pasti akan menerima berbagai macam ujian. Selama melaksanakan ritual haji, hendaklah  kita dapat menerima dengan sabar dan iklas, apapun yang terjadi pada pisik kita.

Demikian pula kejujuran diuji diritual haji ini. Diwajibkan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali dalam keadaan berwudhu. Andaikan baru mengelilingi Ka’bah 1 kali, lalu keluar dan mengatakan sudah mengelilingi sebanyak 7 kali. Siapa yang tahu, kalau kita sebenarnya tidak genap 7 kali.

Demikian pula selama mengelilingi Ka’bah buang angin, seharusnya keluar dan berwudhu tetapi diteruskan saja tawafnya. Siapa yang mengetahui kalau kita sebenarnya, telah buang angin.

Namun kesemuanya dipatuhi, mengelilingi Ka’bah ya 7 kali, buang angin lalu keluar untuk berwudhu kemudian melanjutkan tawafnya. Kesemua ini tidak lain adalah melatih atau menggembleng kesabaran, kejujuran dan keikhlasan atas diri kita.

Ritual haji usai, memang wadag sudah tidak melaksanakan rangkaian ritual haji; Tetapi ghaib tetap wajib melaksanakan, dengan mengedepankan iklas, sabar dan jujur terhadap apapun yang terjadi, sampai akhir hanyat. Dengan demikian manakala telah sampai janjinya, Allah akan mewafatkan kita, kapanpun dan dimanapun berada, kita tetap dalam kondisi berhaji.

Kalau pemahaman makna sudah sampai ketahapan tersebut, insya-Allah orang tidak mau menggunakan nama orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri. Orang tidak mau minta imbalan, atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. Orang akan tetap sabar dan ikhlas, dalam menghadapi penderitaan sepahit apapun yang menimpa dirinya.   

Hendaklah ritual sembahyang, puasa, zakat, haji dan lainnya dianalogikan atau dialur pikirkan layaknya kawah candradimukanya bagi penganut Islam. Untuk menggembleng atau menempa atau melatih diri, agar terbentuk manusia berakhlak mulia dan berbudi luhur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline