Lihat ke Halaman Asli

gus fik

Mastering patience will mastering everything else.

Negara Tanpa Hutang, Malah Lebih Makmur?

Diperbarui: 29 Oktober 2016   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Yang jarang disadari, bahwa wajah dari penjajahan pada era modern sekarang ini, invisible. Tidak kelihatan. Halus. Powerfull.

Pola penjajahan dan pengendalian martabat dan harga diri sebuah negara pasca Perang Dunia II menjadi semakin canggih dan menghasilkan hasil yang lebih pasti, dalam makna penundukan yang sesungguhnya.

Bagaimana sebuah negara menjadi tersandera secara mutlak dan tidak terasa dengan adanya hutang ini.

Bagaimana menguasai sebuah negara tanpa harus melakukan peperangan fisik, bagaimana mendikte sebuah pemerintahan tanpa harus menurunkan penguasa yang bersangkutan.

Bagaimana menjadikan sebuah 'racun' menjadi 'obat' yang bikin ketagihan. Ketika obat (baca : hutang) itu sudah menjadi sebuah kebutuhan, maka seakan-akan perekonomian sebuah negara itu tidak akan menjadi sehatdan majujika tidak berhutang. 

Tahun 2017, negara ini harus membayar bunga hutang sebesar 221 Trilyun Rupiah. 

Berkaca pada kasus Yunani yang tidak bisa membayar hutang mereka, lalu ngemplang bayar hutang, malah di hutangi lebih besar lagi dan kompensasinya adalah aset negara yang bersangkutan yang kemudian di sita oleh pihak kreditur.

Mekanisme kontrol dan penjajahan dalam mode hutang adalah sebuah siklus lingkaran setan yang hanya menguntungkan pihak kreditur lebih besar dan secara politik bisa mengatur dan mengarahkan roda politik sebuah negara dan membuat debitur semakin jauh dari bebas hutang, jika tidak di stop. 

Marilah, coba kita lihat sebuah negara kecil ini, bukan dari segi kecil dan besarnya negara, namun kemauan dan kesadaran untuk bebas dari hutang dan mandiri dengan potensi sumber daya alam, dan sumber daya manusia mereka sendiri.  

Inti daripada tidak berhutang adalah kesabaran dan percaya diri dengan potensi yang ada pada negara yang bersangkutan. Bahwa mereka bisa hidup tanpa hutang.

Saya jadi ingat pada pesan Bung Karno di masa itu "“Biarkan kekayaan alam kita tetap tersimpan di perut bumi, sampai para insinyur-insinyur kita dapat mengolahnya sendiri” . 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline