Lihat ke Halaman Asli

Bang Pilot

Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Mereka yang Hari Ini Berkurban Perasaan

Diperbarui: 12 September 2016   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suara takbir melaung. Memanjat tinggi relung-relung angkasa. Sesayup sampai menggetarkan dinding-dinding surga. Memadamkan panas neraka yang tengah menyala liar. Hingga akhirnya meruntuhkan segenap keangkuhan manusia yang berfikir. Betapa kecilnya diri dibanding semesta. Betapa kecilnya semesta dibanding Sang Pencipta Semesta.

Begitu syahdu iramanya, dan terlalu dalam maknanya. Membuat aku tak pernah mampu menyelesaikan lantunannya tanpa membuat hatiku sebak membuncah. Sebuah haru yang menekan pita suaraku hingga hanya bisa lirih di tengah bahana.  Terasa begitu dekat makna sebuah keillahian. Terasa begitu agung sebuah penciptaan.  Terbukti begitu pemurah Dia yang di sana.

***

Hewan-hewan sudah ditidurkan, siap untuk disembelih. Pisau jagal sudah putih berkilau, siap memutus dua jalan kehidupan. Nama-nama mereka yang mempersembahkan lalu dibacakan, sesaat niat dan doa dihaturkan.

Disebelahku kulihat Amansyah Sitorus menitikkan air mata. Ia seperti tak tega melihak kambing biri-biri peliharaannya akan meregang nyawa. Ia adalah lelaki lembut yang penyayang. Juga  penyabar. Saat berbagai duka merudung hidupnya, ia tetap setia pada janji awalnya. Isterinya pergi dan tak kembali, ia tetap setia bekerja dan menjaga anak-anaknya. Kini ia akan ditinggal oleh seekor kambing yang ia besarkan sejak lahir, yang ia persembahkan untuk kurban hari ini.

Aku tersenyum padanya. Lalu kukatakan “Hari ini aku hanya berkurban sedikit harta, tetapi hari ini kau berkurban sedikit harta, cinta dan kasih sayang. Aku malu padamu. Aku iri padamu. Kau akan mendapatkan balasan kebaikan yang jauh lebih banyak dari pada aku. Semoga rahmat Allah melimpahi kita semua”.

Kulihat Amansyah Sitorus tercenung sejenak, lalu sesungging senyum ikhlas tersungging di bibirnya. Ia mengangguk-angguk. Matanya berbinar. Lalu ia berkata “Ya, kambing itu sudah sebagai teman buatku, aku memeliharanya bertahun-tahun, hingga aku menyayanginya.  Tetapi pengorbanan Nabi Ibrahim jauh lebih besar lagi. Kita harus mencontoh beliau. Aku malu pada Nabi Ibrahim. Ia lebih ikhlas dari pada kita.”

Kini giliran aku yang tercenung. Lalu aku berdoa dalam hati, semoga tahun depan bisa berkurban lagi.

---

Petatal, tanggal 10 bulan Dzulhijjah tahun 1437 Hijriyah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline