Seperti yang telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya, bahwa kendala utama membudidayakan asam gelugur (Garcinia atroviridis) adalah sulitnya mendapatkan bibit yang sudah diketahui jenis kelaminnya.
Idealnya, dalam satu kebun asam gelugur, terdapat sembilan puluh persen pohon betina dan sepuluh persen pohon jantan. Pohon asam gelugur betina membutuhkan penyerbukan agar buahnya menjadi banyak dan besar-besar. Karena itulah pohon asam gelugur betina yang tumbuh sendirian dan jauh dari pohon jantan, buahnya akan kecil-kecil dan jarang.
Pembuktian tentang perlunya pohon asam gelugur kepada penyerbukan sudah dilakukan oleh J.Pangsuban, seorang botanist dari Thailand. Ia membungkus sebagian bunga-bunga asam gelugur dari pohon betina dengan kertas minyak hingga melewati masa penyerbukan. Hasil yang didapat adalah : bunga-bunga asam yang dibungkus itu banyak yang berguguran. Dan yang berhasil menjadi buah akan memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan buah lainnya yang tidak dibungkus.
Setelah buah yang dulunya dibungkus itu matang, biji yang dihasilkan juga jauh lebih sedikit dan kecil-kecil. Ketika biji disemai, persentase perkecambahannya terbilang rendah. Karena itulah pengembangan bibit tanaman asam gelugur melalui biji secara tidak kawin (apomixis-apogami) menjadi sulit dilakukan.
Pada era terdahulu, para petani pengembang pertanaman asam gelugur biasanya menanam bibit asam gelugur yang berasal dari biji. Penanaman dilakukan sebanyak dua kali jumlah populasi normal. Jadi, jika jarak tanam normal adalah 8x8 meter, maka ditanamlah bibit asal biji ini dengan jarak tanam 4x8 meter.
Dengan harapan yang akan menjadi betina adalah sekitar 45 persen dan yang jantan sekitar 55 persen, lalu dilakukan penebangan pada 50 persen pohon jantan, akan didapatlah sebuah kebun asam gelugur dengan jumlah pohon betina 90 persen dan jumlah pohon jantan 10 persen. Pohon jantan yang disisakan ini diusahakan agar menyebar di antara pohon betina, sehingga penyerbukan akan lebih merata.
Dengan pola tanam demikian, masih tersisa masalah tentang jarak tumbuh yang tidak seragam. Akan ada jarak tumbuh perbaris yang berpola acak semisal 4x8x8x16 atau lainnya. Namun secara umum pola yang acak demikian tidak akan terlalu menganggu produksi buah asam gelugur.
Jika mengunakan bibit dari stek akar, jenis kelamin bibit memang sudah diketahui sejak awal. Syaratnya, pembuat atau penjual bibitnya jujur menerangkan jenis kelamin bibit asam gelugurnya.. Artinya, jika ia memang menanam potongan akar yang diambil dari pohon asam gelugur yang betina, maka harus dipisahkan/dibedakan dari yang ditanam dari potongan akar dari pohon asam gelugur jantan, yang kelak akan menjadi pohon asam gelugur jantan. Jangan bibit asam jantan dijual seharga bibit asam betina.
Patut dicatat bahwa untuk mendapatkan potongan akar pohon asam betina juga tidaklah mudah. Tidak semua pemilik pohon asam mau menjual akar pohon miliknya. Sedangkan akar pohon asam gelugur jantan, jauh lebih mudah didapat.
Bila menggunakan bibit asam gelugur asal stek akar, pengaturan jarak tanam akan menjadi jauh lebih mudah. Namun kendalanya adalah, bibit asam asal stek akar tidak dianjurkan ditanam pada lahan yang memiliki musim angin kencang, musim kemarau yang keras, daerah berbukit-bukit dan lahan yang kedalaman jangkau air tanahnya lebih dari tiga meter pada musim kemarau.
Sebabnya adalah, pohon asam yang berasal dari stek akar tidak memiliki akar tunggang, hanya memiliki akar lateral yang cenderung tumbuh ke arah bawah menyamping. Akar model begini kurang mampu menyokong pohon dari terpaan angin kencang. Juga tidak bisa menjangkau air tanah yang terlalu dalam. Itulah sebabnya ada banyak pohon asam asal bibit stek akar ini yang mati pada pertengahan usia.
Kematian biasanya terjadi berangsur, dan dimulai pada pertengahan musim kemarau. Kematian umumnya melanda pohon yang subur, yang daunnya rimbun. Karena semakin banyak daun akan semakin besar penguapan air pohon. Ketika penguapan lebih besar dari pada asupan air, maka pohon akan mengalami dehidrasi. Jika dibiarkan, maka pohon akan merana lalu mati.