Lihat ke Halaman Asli

Bang Pilot

Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Bila Pertanian Organik Berkembang, Harga Produknya Pun Turun

Diperbarui: 16 Februari 2016   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Belajar bertani secara organik (KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)"][/caption]Pertanian organik adalah usaha budidaya tanaman yang dilakukan tanpa pengunaan zat-zat beracun dan berbahaya bagi konsumen produk akhirnya. Pertanian organik hanya menggunakan zat-zat nabati dan zat-zat alami dalam upaya pemberantasan hama, pengendalian penyakit dan pemupukan. Sebagai contohnya adalah pengunaan air cucian beras untuk mengendalikan rayap tanah, air perasan daun mimba atau daun mindi untuk pestisida, fungisida, bakterisida sekaligus dipercaya sebagai virusida nabati nan ampuh lagi tidak meninggalkan residu beracun.

Selain daun mimba dan daun mindi, petani organik juga mengunakan tembakau, daun kenikir, jahe, kunyit, air cabe, air perasan daun pepaya, air perasan serai, kapur sirih, belerang, daun dan buah kecubung serta berbagai bahan alami lainnya untuk membantu mereka menyelesaikan masalah pertanian yang dihadapi.  

Untuk pemupukan, pertanian organik murni mengunakan pupuk kandang, kompos, kapur tanah, belerang, air cucian ikan dan daging, tandan kosong kelapa sawit, abu sisa pembakaran, arang sekam padi, cocopeat, jerami, dan berbagai bahan alami lainnya. Ada pun pertanian organik yang tidak murni, maka tidak mengharamkan penggunaan pupuk kimia pabrikan.

Bagi petani organik yang bermodal besar, maka pembuatan rumah kaca atau green house adalah sebuah pilihan. Rumah kaca akan sangat membantu tanaman agar terhindar dari  serangan hama, jamur tular air/udara, bakteri dan tentu saja lebih aman dari pengaruh cuaca alam.  Namun pembuatan green house ini sangatlah mahal. Dengan material kaca dan rangka baja, maka biaya pembangunannya berkisar setengah juta rupiah untuk tiap meter perseginya. Sebuah angka yang tak mungkin didapat oleh para petani organik kelas gurem.

Sebagian petani organik kelas gurem ini lalu mencoba mengakalinya dengan mendirikan green house berbahankan plastik dengan rangka bambu. Namun saat musim angin kencang, tak sedikit green house made in Indonesia ini yang terkoyak-koyak, bahkan ada yang terbang. Akan tetapi, bukan orang Indonesia kalau mudah kehilangan akal. Mereka lalu membuat green house plastik dengan bentuk semi piramida. Dengan cara ini, kerusakan akibat terjangan angin dapat diminimalisir.

[caption caption="Pepaya organik"]

[/caption]Pertanian organik adalah usaha budidaya tanaman yang dilakukan tanpa pengunaan zat-zat beracun dan berbahaya bagi konsumen produk akhirnya. Pertanian organik hanya menggunakan zat-zat nabati dan zat-zat alami dalam upaya pemberantasan hama, pengendalian penyakit dan pemupukan. Sebagai contohnya adalah pengunaan air cucian beras untuk mengendalikan rayap tanah, air perasan daun mimba atau daun mindi untuk pestisida, fungisida, bakterisida sekaligus dipercaya sebagai virusida nabati nan ampuh lagi tidak meninggalkan residu beracun.

Selain daun mimba dan daun mindi, petani organik juga mengunakan tembakau, daun kenikir, jahe, kunyit, air cabe, air perasan daun pepaya, air perasan serai, kapur sirih, belerang, daun dan buah kecubung serta berbagai bahan alami lainnya untuk membantu mereka menyelesaikan masalah pertanian yang dihadapi.  

Untuk pemupukan, pertanian organik murni mengunakan pupuk kandang, kompos, kapur tanah, belerang, air cucian ikan dan daging, tandan kosong kelapa sawit, abu sisa pembakaran, arang sekam padi, cocopeat, jerami, dan berbagai bahan alami lainnya. Ada pun pertanian organik yang tidak murni, maka tidak mengharamkan penggunaan pupuk kimia pabrikan.

Bagi petani organik yang bermodal besar, maka pembuatan rumah kaca atau green house adalah sebuah pilihan. Rumah kaca akan sangat membantu tanaman agar terhindar dari  serangan hama, jamur tular air/udara, bakteri dan tentu saja lebih aman dari pengaruh cuaca alam.  Namun pembuatan green house ini sangatlah mahal. Dengan material kaca dan rangka baja, maka biaya pembangunannya berkisar setengah juta rupiah untuk tiap meter perseginya. Sebuah angka yang tak mungkin didapat oleh para petani organik kelas gurem.

Sebagian petani organik kelas gurem ini lalu mencoba mengakalinya dengan mendirikan green house berbahankan plastik dengan rangka bambu. Namun saat musim angin kencang, tak sedikit green house made in Indonesia ini yang terkoyak-koyak, bahkan ada yang terbang. Akan tetapi, bukan orang Indonesia kalau mudah kehilangan akal. Mereka lalu membuat green house plastik dengan bentuk semi piramida. Dengan cara ini, kerusakan akibat terjangan angin dapat diminimalisir.

Tantangan utama pertanian organik sebenarnya adalah masih sangat rendahnya kesadaran konsumen terhadap pentingnya mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih sedikit mengandung racun. Bagi sebagian besar konsumen kita, yang penting bahan makanan/minuman itu terlihat segar, utuh, berwarna menarik, rasanya enak, maka langsung dibeli lalu dikonsumsi. Konsumen kita masih tidak perduli bahwa, misalnya, buah-buahan impor itu diawetkan dengan formalin, dilapisi dengan lilin, atau disemprot dengan pestisida sebelum dikapalkan dari negeri asalnya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline