Lihat ke Halaman Asli

Bang Pilot

Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Selamat Tinggal Sawit dan Karet

Diperbarui: 2 Desember 2015   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika saat ini Anda adalah petani pekebun kelas kecil dan Anda mulai menanam kelapa sawit atau karet, maka dapat dikatakan bahwa yang Anda lakukan itu adalah sebuah kesalahan.

Bagaimana bisa hal itu dikatakan sebagai sebuah kesalahan?

Mari kita lihat fakta-fakta berikut ini :

1.CPO sebagai produk tengah dari kelapa sawit, dan juga karet, harganya sangat bergantung kepada harga minyak bumi. Jika harga minyak bumi dunia jatuh, maka alamatlah harga kedua komoditi itu akan ikut anjlok. CPO berasosiasi dengan minyak bumi membentuk bio solar, sedangkan karet bersama minyak bumi dibuat menjadi ban kenderaan. Jika harga minyak bumi murah, maka persentase penggunaan CPO pada bio solar dan karet pada ban, akan dikurangi.

2.Para ahli perminyakan mengatakan bahwa sampai lima tahun ke depan, harga minyak bumi masih belum akan pulih, karena ditemukannya beberapa sumber minyak baru dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu, komitmen negara-negara besar untuk semakin memperluas pengunaan energi ramah lingkungan semisal solar panel dan panas bumi, akan ikut menggerus harga minyak bumi.

3.Banyak ladang minyak konvensional yang kini dikuasai oleh para pemberontak. Pihak pemberontak ini akan menjual minyak rampasannya berapa pun harganya, demi membeli senjata, menggaji tentaranya dan untuk perbekalan perang. Dengan keadaan ini, maka makin sulitlah bagi komoditi migas untuk kembali menaikkan nilai jualnya.

4.Ketika harga minyak bumi masih di level USD 100 perbarrel, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani ada di kisaran Rp.1.300/kg. Pada saat itu, nilai ekonomi brutto satu hektar kebun kelapa sawit adalah maksimal Rp.26.000.000/ha/tahun. Tanaman karet juga nyaris sama besaran kontribusinya. Coba kita bandingkan dengan nilai ekonomi brutto tanaman aren yang sebesar Rp.182.500.000/tahun, asam gelugur 78.000.000/ha/tahun, atau bandingkan dengan nilai ekonomi brutto tanaman durian unggul yang ada di ranah Rp.62.400.000/ha/tahun.

Bisa dapat uang sebanyak enam puluh dua juta pertahun dari tanaman durian itu, angkanya dari mana? Begini : satu hektar lahan ada 156 batang tanaman durian. Anggap saja dalam satu batang hanya berbuah 10 butir dalam setahun. Karena durian unggul rasanya begitu memukau, harga jualnya tak akan kurang dari rp.40.000/butir. Maka : 156 x 10 x 40.000 = Rp.62.400.000.-

Padahal kita sama tahu bahwa sebatang pohon durian yang sudah dewasa buahnya bisa sampai 100 butir perpohon permusim. Lha!

Sekali lagi kami katakan, sebaiknya petani pekebun Indonesia mempertimbangkan untuk menghentikan menanam sawit dan karet, untuk beralih ke tanaman lain yang jauh lebih menguntungkan.

Seorang teman Facebook kami yang bertanam jambu air jenis jambu madu dan jambu citra seluas satu hektar, sesekali mentertawakan teman lainnya yang bertanam sawit lima hektar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline