Lihat ke Halaman Asli

Bang Pilot

Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Takhayul Para Penyadap Tanaman Aren

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa orang berpendapat bahwa aren (enau) adalah tumbuhan hutan, hingga tak mesti dirawat dengan baik ketika dibudidayakan. Cukup dibiarkan saja, maka pada saatnya ia akan memberikan hasil sesuai harapan petaninya.

Bahkan yang lebih ekstrim lagi, ada yang berpendapat bahwa aren tidak boleh dipupuk dan dibersihkan gulmanya. Mereka mengatakan bahwa bila tanaman aren dipupuk, maka akan menyebabkan tanaman menjadi tidak bisa menghasilkan air nira, bila dibersihkan gulmanya, maka air niranya akan sedikit.

Pendapat seperti itu jelas salah. Betapapun, aren adalah tumbuhan yang membutuhkan asupan unsur hara yang cukup agar ia tumbuh dengan baik dan cepat berproduksi. Ketika mula ditanam, jarak tanam harus diatur,  lubang tanam ukurannya harus  cukup, lembah tangkapan air disiapkan, peneduh dibuat (misalnya dengan menanam tongkat batang singkong), pemupukan rutin, pengendalian gulma, pemberantasan hama dan penyakit, bahkan bila perlu dilakukan penyiraman.

 

 

Tanaman jenis apapun tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, bila ditanam namun tidak dirawat dengan baik. Tanaman yang dibiarkan, mungkin tetap akan memberikan hasil, namun tidak akan bisa menyamai hasil dari tanaman yang ditanam dan dirawat sesuai standart perawatan jenis tanaman itu.

Sedangkan menanam rumput saja pun harus dirawat, apalagi untuk tanaman keras seperti aren.

Sudah saatnya petani kita melepaskan diri dari segala macam petuah atau pendapat tentang pertanian yang tidak bertanggung jawab. Juga dari berbagai takhayul yang dulu memang dikeramatkan para leluhur. Takhayul-takhayul yang saat ditelisik lebih jauh, ternyata memberikan gambaran oknum leluhur kita itu dulu, juga berpolitik dalam bertani. 

Sebagai contoh, jamak dikatakan kepadai orang ramai bahwa ketika menyadap aren, penyadap haruslah membaca mentera, membaca syair-syair atau berlagu, dan tidak boleh menggunakan pakaian selain yang selalu dipakai untuk menyadap, atau harus menganggap pohon aren itu sebagai istrinya.

Padahal, semua itu hanyalah akal-akalan para penyadap agar mereka tidak mendapatkan banyak pesaing, karena umumnya mereka menyadap pohon aren milik orang lain dengan sistim bagi hasil. Orang awam akan keberatan menjadi penyadap, karena tidak mau menjadi suami sepohon enau.

Ya, sebuah takhayul yang sengaja disusun dengan motif ekonomi, oleh moyang kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline