Lihat ke Halaman Asli

Bang Nasr

Nasruddin Latief

Akankah Ulama Indonesia Jadi Sheikh Al-Azhar…???

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_91241" align="alignright" width="300" caption="The Late Grand Sheikh Al-Azhar, Prof. Dr. Sheikh Muhammad Sayed Tanthawi"][/caption]

Sheikh Al-Azhar atau Grand Sheikh Al-Azhar atau biasa juga disebut dengan Imam Al-Akbar. Setelah meninggalnya Grand Sheikh Prof. Dr. Sheikh Muhammad Sayed Tanthawi yang meninggal di Riyadh pada tgl. 10 Maret 2010 terjadi kekosongan jabatan Grand Sheikh Al-Azhar. Siapakah penggantinya. Mungkinkah ulama Indonesia bisa menjadi Sheikh Al-Azhar?

Grand Sheikh Al-Azhar merupakan jabatan yang dipilih oleh lembaga yang bernama Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah (Lembaga Riset Islam), sebuah lembaga yang anggotanya terdiri para ulama dari seluruh dunia Islam, termasuk ulama dari Indonesia. Setiap tahun Majma’ mengadakan sidang membahas persoalan-persoalan umat dan dunia Islam. Jabatan Grand Sheikh Al-Azhar merupakan jabatan umat, semacam kepausan di dunia Katolik, kurang lebih begitu, tapi tidak sama persis, karena di dunia Sunni tidak mengenal sistem seperti itu. Berbeda dengan dunia Syiah yang mengenal Marja’ Diny (semacam kepausan) yang saat ini dipegang oleh Ayatullah Ali Khomene’i. Grand Sheikh Al-Azhar dipilih oleh anggota Majma’ yang biasanya menggelar sidang untuk mengadakan pemilihan tersebut.

Jabatan Grand Sheikh Al-Azhar merupakan jabatan independen dan otonom yang memunyai otoritas penuh tanpa campur tangan pemerintah. Tapi sejak Presiden Anwar Sadat, pemerintah Mesir mulai menggoyang kedudukan Grand Sheikh Al-Azhar untuk masuknya campur tangan pemerintah Mesir di dalamnya. Karena sebenarnya jabatan Grand Sheikh Al-Azhar setara kedudukannya dengan jabatan Perdana Menteri. Bahkan konon, kekayaan wakaf Al-Azhar lebih banyak dari kekayaan pemerintah Mesir itu sendiri. Tapi usaha yang dilakukan oleh Presiden Sadat selalu kandas ditangan kewibawaan seorang Grand Sheikh Al-Azhar yang waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Sheikh Abdul Halim Mahmud, seorang ulama kharismatik lulusan filsafat Sorbone University, Paris dimana disertasinya membahas tokoh sufi A-Harits al-Muhasibi. Baru setelah beliau meninggal, dan digantikan oleh Grand Sheikh Prof. Dr. Abd. Rahman Bishar, juga seorang intelektual jebolan Inggris di bidang filsafat menjabat sebagai Grand Sheikh mulai adanya campur tangan pemerintah Mesir masuk ke dalam otoritas Sheikh Al-Azhar, dan kemudian lebih terasa internvenasi pemerintah Mesir dimasa penggantinya yaitu Sheikh Gad al-Haq Ali Gad al-Haq, dan kemudian dimasa Prof. Dr. Sheikh Muhammad Sayed Tanthawi yang baru saja meniggal dunia.

Sebenarnya jabatan Grand Sheikh Al-Azhar bukan hanya milik ulama Mesir. Tapi jabatan tersebut merupakan milik dunia Islam. Siapapun ulama dan tokoh dunia Islam berhak menjadi Grand Sheikh Al-Azhar dan bila terpilih tentunya. Tapi memang selama ini yang menjadi Grand Sheikh Al-Azhar selalu ulama dari Mesir. Hanya sekali saja jabatan tersebut dipilih bukan dari ulama Mesir yaitu pada masa Grand Sheikh Mohamed Khadar Husein, seorang ulama dari Al-Jazair, pada tahun lima puluhan.

Kalau begitu, bisa dong ulama Indonesia menjadi Grand Sheikh Al-Azhar. Tentu bisa, tapi bisa tidak menandingi otoritas dan kewibawaan para ulama Mesir dan khususnya ulama Al-Azhar tentunya. Semoga saja entah kapan ada ulama Indonesia yang menjadi Grand Sheikh Al-Azhar. Semoga. Amin…!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline