Inget Bang Saryadi, kompasinaer di Dubai yang suka nasi kebuli. Saya ingin ceritain sedikit tentang masakan yang satu itu. Boleh kita terbang dari Shenzhen ke Kabul, Afghanistan. Tapi siapa yang mau kena bom bunuh diri….ihhh serem. Tapi bisa juga kita mendapatkannya di Islamabad. Tepatnya di restoran Afghanistan, Jinnah Market.
Bagi masyarakat Betawi soal yang satu ini cukup akrab. Nasi kebuli, menu khas santapan khusus terutama pas acara pernikahan. Bukan pestanya, tapi pas akad nikahnya, karena biasanya harinya dipilih hari jum'at. Jadi nasi kebuli bikinan H. Murtadho Tebet, H. Rohmat Mimun, Pangkalan Asem, Cempaka Putih, H. Nahrudin Klender, Habib Umar Assegaf Tebet, Sawo Kicik, Habaib Bogor Empang, dsb, biasa menikmatinya nasi seperti itu. Tapi sebenarnya, semua nasi tersebut berjenis mandi atau mindi. Bukan kabuli atau kebuli. Cuma gak enak saja disebut, makan mandi.
Kabuli itu terambil dari nama ibu kota Afghanistan. Memang orang Afghan itu pandai masak. Dan masakannya enak dan lezat. Di Islamabad sendiri yang ngetop justru masakan mereka, begitu juga di Saudi. Ada nasi merah yang juga sedaaaapppp, letaknya di Hay Bani Malik, belakang hotel Mariot. Cuma dengan daging sapi, bukan kambing. Cara yang sebenarnya memasaknya adalah kualinya ditanam di dalam tanah yang dibakar menggunakan gas. Rasanya masya Allah…
Nah di Islamabd, tepatnya di kawasan Jinnah Market, ada restorannya. Enak dan khas karena juga memang orisinil, pake kismis, irisan wortel, dan berasnya juga special, jenis 'basmati'. Kalau bukan jenis beras basmati, rasanya gak nendang. Bilang aja Kabuli chawel. Chawel adalah bahasa urdunya nasi. Pasti disediain sepiring bengkak dech. Nah yang di Jakarta, emang awud-awudan, gak pas. Cuma namanya saja dibilang kebuli atau kembuli. Berasnya juga menggunakan beras biasa. Di restoran Afghan itu juga terdapat menu khas yang lain yaitu nasi biryani. Rasanya juga laziz…jangan-jangan rasanya enak, karena dipakein ganja??? Karena di Islamabad di tiap sudut tumbuh subur pohon ganja. Ganja gak laku disana??? Mau petik se-truk juga gak ada yang larang… gratis.
Pak Saryadi, gimana??? Gak salah kan kebulinya…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H