Beberapa waktu terakhir ini kita disuguhkan berita-berita adanya fenomena Begal (perampok) jalanan, khususnya kendaraan roda dua (sepeda motor). Biasanya kelompok begal ini beroperasi tengah malam, mulai jalm 22.00 hingga jam 04.00 pagi. Mereka biasanya bergerombol dan mencari mangsanya di jalan raya yang sepi. Dengan cara mepepet mangsanya lalu mengejar dan bahkan melakukan kekerasan yang tidak jarang membunuh hingga berjatuhan korban jiwa. Kawasan yang mula-mula rawan begal adalah Depok. Tapi kini sudah merambah ke berbagai wilayah Jabodetabek. Daerah-daerah di Jakarta yang biasanya jarang terjadi kejahatan, sekarang mulai rawan kejahatan begal. Walau para pimpinan daerah mengatakan bahwa wilayahnya aman-aman saja tapi tetap saja tidak aman bagi warganya, seperti pernyataan Walikota Depok Nurmahmudi yang mengatakan bahwa Depok aman. Aman buat Pak Walkot barangkali, tapi bagi warga Depok yang bekerja di Jakarta atau tempat lain yang biasanya baru pulang di malam hari jelas-jelas tidak aman bagi mereka, bukan hanya keamanaan harta benda ,ereka tapi juga keamanan nyawa.
Kejahatan dan penjahat atau begal sesantiasa selalu ada selama manusia jahat masih bergentayangan. Tentu saja hal ini menyangkut keamanan wilayah yang dilakukan oleh kepolisian dari tingkat terendah seperti polsek di setiap kecamatan, bahkan ada juga di tingkat yang lebih bawah seperti kawasan yang ada dibawah kecamatan, hingga Polres di tingkat Wilayah Kota/Kabupaten maupun Polda di tingkat Propinsi.
Berita-berita mengenai fenomena begal ini semakin hari semakin marak. Baik di wilayah-wilayah rawan kejahatan begal. Karena semakin maraknya kejahatan begal, masyarakat juga semakin geram dan benci sama penjahat tersebut. Hal ini dengan adanya hukuman langsung dari masyarakat yang jika berhasil menangkap mereka dengan hukuman membakar mereka hidup-hidup. Budaya bangsa kita tidak ada kekejaman dengan membakar orang walaupun itu penjahat bajingan kelas kakap. Namun, karena sudah kelewatan kejahatan mereka (yang sengaja direncanakan) maka hukuman yang paling keji pun dilakukan masyarakat seperti yang terjadi terhadap begal di Tangsel. Memang pihak-pihak tertentu menghimbau dan mengeluarkan berbagai kawasan rawan begal yang diinformasikan kepada pengguna jalan, khususnya beroda dua agar tidak menggunakan jalan tersebut di waktu malam jika sendirian.
Tentu masyarakat juga bertanya-tanya dimanakah dan kemanakah Pak Polisi. Apakah Kapolres dan Kapolsek tidak memerintahkan anak buahnya untuk berpatroli di kawasan rawan begal tersebut. Hal ini pasti dilakukan oleh pimpinan polisi di tingkat tersebut. Tapi di tengah situasi gonjang-ganjing ketegangan antara Polisi dengan KPK yang tentu saja menyita waktu dan pikiran para pembesar polisi dan juga media dan lain-lain, sehingga situasi ini dimanfaatkan oleh penjahat dan begal untuk melakukan aksi tindak kejahatannya. Tentu saja masyarakat meminta polisi untuk tetap waspada jangan sampai kalah sama penjahat kecuali polisi jahat yang boleh jadi menjadi backing para penjahat. Jeruk makan jeruk.
Polisi tetap diminta untuk melaksanakan fungsi menjaga keamanan, selain fungsi-fungsi lainnya. Sehingga antara polisi 'kecil' - maksud saya yang bertugas di bawah jangan meniru para petingginya yang berseteru dengan sesama penegak hukum lainnya. Biarlah itu urusan mereka. Mari tetap melaksanakan tugas pengamanan masyarakat, jika dilakukan dengan ikhlas pasti akan membalas balasan di dunia oleh Tuhan dan juga pasti di akherat kelak. Memang godaan iblisnya juga tidak kalah hebat.
salam damai,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H