Lihat ke Halaman Asli

Ayat-Ayat Syurga yang Meracuni Orang Terdidik

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disebut ayat-ayat syurga karena isinya terasa indah dan masuk akal; memberi tantangan positif dirasakan aplikatif, serta terasa mencerahkan. Ayat-ayat syurga menggoda orang untuk menggapai sukses, yang bila tercapai maka (terbayang) hidup akan menjadi serbak enak, glamour, nikmat, tak ubahnya di syurga. Ayat-ayat ini lazim dijumpai di dalam buku-buku “pengembangan diri”. Berikut beberapa contohnya:

ØYakinkan dirisendiri bahwa “saya harus jadi orang yang sukses”.

ØBekerjalah seakan-akan anda akan hidup selamanya, beribadahlah seakan-akan anda akan mati besok.

ØPikiran orang miskin: “Saya sulit melakukan hal ini” sedangkan pikiran orang kaya adalah: “Saya akan terus melakukannya sampai saya mendapatkannya”

ØBekerja keraslah selagi muda dan nikmatilah hasilnya di hari tua

Ada seorang teman yang “maniak” membaca buku-buku sejenis itu hingga koleksinya mencapai lusinan, dan sering mengikuti pelatihan “pengembangan diri” yang diberikan motivator-motivator hebat. Kebiasaan ini membuat dia sangat menguasai materi dan mampu membuat orang terpana jika dia “menguliahi” teman-temannya (termasuk saya)tentang resep/kiat hidup sukses.

Anehnya, meski sudah lusinan buku panduan hidup sukses telah dia baca dan puluhan kali ikut pelatihan pengembangan diri, kehidupannya (maaf ekonominya) tidak beranjak lebih baik. Rupanya bukan dia sendiri yang seperti itu, ada ratusan atau mungkin ribuan orang terdidik(berpendidikan SMA ke atas) lainnya yang bernasib sama, gagal meniti kiat orang sukses.

Mengapa lebih banyak orang yang gagal mengikuti jejak orang-orang sukses meski kiat-kiat rahasianya telah diketahui? Ada hal yang kerap kita lupakan ketika berburu kiat hidup sukses yaitu:


  1. Bahwa ayat-ayat pemotivasi diri adalah generalisasi pengalamanberagam orang “sukses” yang watak, pendidikan, tradisi, agama, ideology,dan masa hidupnya berbeda-beda. Karena itu nyaris mustahil seseorang bisa mengadopsinya secara mulus.


  1. Bahwa rasa-nyaman-berbuat (untuk gapai kekuksesan) pada diri seseorang itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti berikut.

·Pertama, yang paling menentukan adalah watak dasar (asli)

Watak dasar adalah karakter yang “terlahir” (bawaan lahir), karena itu sulit diubah melalui pembelajaran. Kalau pun dipaksa berubah biasanya batin akan tersiksa, karena tindakan yang dilakukan dirasakan bertentangan dengan hati nurani. Watak asli manusia itu beragam, oleh sebabitu kalimat “saya harus jadi orang sukses (materi)” pada orang tertentu bisa menjadi stimulan (karena cocok dengan watak aslinya), tetapi bagi sebagian lainnya malah menjadi racun yang justru membuat depresi (akibat selalu menyalahkan diri sendiri).

·Kedua, keyakinan yang dianut.

Orang yang memiliki keyakinan (agama) bahwa bekerja dan beribadah adalah satu kesatuan, sulit menemukan cara yang masuk akal untuk mewujudkan ajaran “bekerjalah seakan-akan anda akan hidup selamanya, beribadahlah seakan-akan anda akan mati besok”. Prinsip ini cocok (bahkan sangat) bagi orang yang munafik sehingga memunculkan anekdot “ibadah sih taat, tetapi rutin pulaberbuat maksiat”

·Ketiga, akar tradisi (budaya).

Seseorang yang tumbuh dalam tradisi bahwa ada rambu etik (kepatutan, kesantunan) yang tidak boleh ditabrak dalam berhubungan sosial dengan sesama akan mendapat beban psikologis ketika harus menerapkan prinsip birokrasi/manajemen tanpa “perasaan” yang eksploitatif tak kenal kompromi. Orang-orang seperti itu tentu akan tersiksa batinnya bila harus menerapkan cara berpikir orang kaya “Saya akan terus melakukannya sampai saya mendapatkannya”.

·Keempat, kesadaran akan nikmat.

Tidak semua orang (keniscayaan akibat perbedaan watak) memandang bahwa buah kerja keras harus dinikmati nanti. Pandangan seperti ini biasa dimiliki orang-orang yang tidak “ngoyo”. Baginya,nilai harta adalah bukan seberapa banyak yang bisa dikumpulkan tetapi seberapa banyak yang dapat dimanfaatkan dari yang sudah dimiliki. Maka bagi orang-orang seperti ini prinsip “bekerja keraslah selagi muda dan nikmatilah hasilnya di hari tua” tidak lebih dari pembenaranterhadap keserakahan menumpuk harta tetapi tidak tahu cara menggunakannya.

·Kelima, keenam, ……. ..(silahkan tambahi sendiri)

Hmmm…hidup berbalut topeng memang menyiksa, panas, gerah, dan bikin gelisah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline