Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Muzi Marpaung

Seorang pejalan kaki

Kisah Singkong Menjadi Tape: Kekuasaan yang Silih Berganti

Diperbarui: 26 September 2020   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia tak kasat mata di sekitar kita adalah dunia yang ramai. Ada banyak jenis penghuninya: bakteri, kapang, yeast atau khamir, virus, dan lain-lain. Secara umum kita menyebutnya mikroorganisme atau mikroba. Jika ada makanan, entah yang berasal dari tumbuhan atau pun hewan, maka mikroorganisme beraneka rupa itu akan berkompetisi untuk menguasai makanan itu.

Ada banyak faktor yang menentukan mikroba mana yang menang. Kadang-kadang hanya ada satu pemenang, sering juga ada beberapa pemenang yang saling berbagi kekuasaan.

Ada pula yang bergantian. Mikroba pertama menang, berkembang biak, mencapai puncak kejayaan, lalu mati. Setelah itu gantian mikroba kedua yang berkembang biak, mencapai puncak kejayaan, lalu mati juga.

Mikroba itu sama saja dengan manusia, perlu makan.  Setiap kali makan, maka makanan itu akan dicerna. Sebagian hasil pencernaan akan digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sebagian lagi dibuang dan buangan ini sering berbau busuk. Maka kita menyebut proses pertumbuhan mikroba ini sebagai pembusukan.

Akan tetapi, ada banyak jenis mikroba yang sisa pencernaannya memiliki rasa dan aroma yang disukai manusia. Sejak ribuan tahun lalu manusia sudah menguasai berbagai macam cara memanipulasi kondisi agar yang tumbuh pada makanan adalah mikroba yang diinginkan yang akhirnya menghasilkan cita rasa yang digemari. Manipulasi ini misalkan dengan menambahkan garam, mengatur suhu dan memberikan ragi, yang tidak lain adalah koloni mikroorganisme yang diinginkan. Cara inilah yang kita kenal dengan istilah fermentasi.

Ambil contoh proses pembuatan singkong menjadi tape. Jika dibiarkan begitu saja di ruang terbuka, maka singkong kukus atau rebus akan membusuk. Jika kondisinya dikendalikan dengan menambahkan ragi dan penyimpanan dalam keadaan udara terbatas, maka singkong rebus terfermentasi menjadi tape yang manis, dan beraroma menyenangkan.

Mari kita simak apa yang terjadi pada singkong selama proses fermentasi. Pertama, perlu diketahui bahwa di dalam ragi bermukim beberapa keluarga besar mikroba. Anggota keluarga besar ini bisa berbeda-beda antara ragi di belahan dunia yang satu dengan ragi di belahan dunia yang lain. Perbedaan ini kelak berpengaruh kepada perbedaan karakteristik tape yang dihasilkan. Kedua, proses fermentasi singkong menjadi tape adalah proses yang kompleks. Akan tetapi, bila disederhanakan, maka paling tidak ada tiga dinasti yang berkuasa secara bergantian pada proses perubahan singkong menjadi tape.

Dinasti pertama adalah keluarga kapang yang menguasai zat pati pada singkong. Mereka mengunyah zat pati menjadi gula. Hasilnya, singkong menjadi lunak dan manis. Dinasti kedua adalah keluarga khamir, sang penguasa gula. Mereka membongkar gula menjadi etanol dan gas karbondioksida. Selain itu dihasilkan pula berbagai senyawa lain yang berukuran kecil. Hasil karya dinasti ini adalah aroma khas tape yang menyenangkan.

Masa kejayaan keluarga khamir lalu perlahan digantikan oleh keluarga bakteri yang melahap etanol dan mengubahnya menjadi cuka. Aroma tape berubah dan muncul rasa masam. Meski kekuasaan silih berganti, ada suatu masa ketika prasasti peninggalan ketiga dinasti itu dijumpai bersama-sama. Itulah saat tape mencapai keadaan yang paling lezat: manis, beraroma harum yang khas, dan sedikit masam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline