lelaki purba itu menatap janggal
kepada pagi yang masih kedinginan
"embun sekarang, tak macam dulu
artifisial dan tak sabar."
tapi ia hanya bergumam dalam hati
tak ingin diusiknya harmoni pagi
dengan gerutu atau keluhan
yang boleh jadi ketinggalan zaman
atau ia hanya malas berdebat
bila nanti ada yang menyanggahnya:
"di sebelah mana artifisalnya
di sisi mana tak sabarnya?"
toh, ia hanya punya kenangan memburam
yang tak bisa sempurna dikisahkan
dan beberapa album hitam putih
yang tak fasih menggambarkan
lelaki purba itu menggosokkan kedua tangan
berharap agar pagi terhangatkan
tak disadarinya ribuan embun menggelinjang
ingin segera menguap menjadi udara
tetapi pada rerimbunan daun jambu
ada satu embun yang meringkuk malu-malu
lelaki itu menghampiri dengan haru:
"apakah kau embun dari masa laluku?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H