Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Muzi Marpaung

Seorang pejalan kaki

Embun di Suatu Pagi

Diperbarui: 25 September 2020   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

lelaki purba itu menatap janggal
kepada pagi yang masih kedinginan
"embun sekarang, tak macam dulu
artifisial dan tak sabar."

tapi ia hanya bergumam dalam hati
tak ingin diusiknya harmoni pagi
dengan gerutu atau keluhan
yang boleh jadi ketinggalan zaman

atau ia hanya malas berdebat
bila nanti ada yang menyanggahnya:
"di sebelah mana artifisalnya
di sisi mana tak sabarnya?"

toh, ia hanya punya kenangan memburam
yang tak bisa sempurna dikisahkan
dan beberapa album hitam putih
yang tak fasih menggambarkan

lelaki purba itu menggosokkan kedua tangan
berharap agar pagi terhangatkan
tak disadarinya ribuan embun menggelinjang
ingin segera menguap menjadi udara

tetapi pada rerimbunan daun jambu
ada satu embun yang meringkuk malu-malu
lelaki itu menghampiri dengan haru:
"apakah kau embun dari masa laluku?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline