Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Muzi Marpaung

Seorang pejalan kaki

Biar Sebentar, Asalkan Abadi

Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

hujan pada petang itu mengembunkan waktu
ingatan yang tak sempurna menderaku

ragu-ragu, aku menyapa seorang perempuan
ia duduk di bangku taman
dalam dekapan mantel yang kedodoran
"apa kita pernah saling jatuh cinta?"

perempuan itu sedikit mendongakkan kepala
parasnya yang basah oleh hujan
semakin mengekalkanku kepada yang silam
"ya, aku tengah menunggu lelakiku
tapi tuan siapa?"

kukisahkan kepadanya tentang suatu ketika
pada masa yang banyak orang melupakannya
seorang perempuan duduk di bawah hujan seperti ini
menanti lelakinya kembali
dari perjalanan yang tak ia pahami

lelaki itu tak pernah kembali
setidak-tidaknya di taman ini

"aku masih lampu taman ketika itu," ujarku
sang perempuan tersipu, seperti teringat sesuatu

"aku pokok melati di pojok itu
cahaya tuan membuat terang kelopakku
kemarin semesta menitahkanku
menjadi perempuan itu..."

hmm, kemarin pula alam mengubahku
menjadi lelaki yang ia tunggu

"agar di taman ini
selalu ada cinta sejati
biar sebentar, asalkan abadi"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline