Jelas kita tahu, Soekarno juga mendapati julukan sebagai "Singa Podium" , Soekarno memang mempunyai suara yang tegas dan lantang bila saya melihat video-video pidato beliau, kemampuan Soekarno dalam berpidato juga jelas tidak lepas dari kemampuannya dalam beretorika pada setiap pidatonya, yang juga menghasilkan Jargon-Jargon dan Ungkapan-ungkapan yang bahkan sampai kini masih banyak digunakan orang-orang. Istilah kerennya saat ini adalah "Quote", efek jargon Soekarno inipun sedikit banyaknya mempengaruhi bagaimana politik kebodohan itu berkembang di Indonesia, menurut saya.
Setiap saat, kita selalu dihadirkan dengan berbagai macam Jargon, tidak kenal waktu mau itu sudah dekat dengan tahun pemilihan ataupun tidak, setiap orang berupaya menghadirkan Jargon yang seakan mampu menyihir seluruh masyarakat di Republik ini. Terlebih saat masa-masa kampanye di tahun pemilihan, kita akan mendapati banyak Jargon dari para politikus, di baliho pinggir jalan, di spanduk yang menggantung antara tiang-tiang atau pohonanan, juga di baju atau topi yang dibagikan. Jargon seolah menjadi penyelesai masalah, Jargon diucapkan maka selesai sudah masalah.
Jargonisme yang dimiliki Soekarno hingga kini berakar sampai ke masyarakat bahwa, namun sialnya Jargon hanya sebatas Jargon, di setiap jargon sebenarnya ada tuntutan implementasi akan jargon tersebut, agar jargon tersebut benar-benar terlihat dan dapat dirasakan banyak orang. Namun para politisi kini menjadi Jargon sebagai alat untuk menipu masyarakat. Soekarno juga menurutku tidak lepas dari hal tersebut, banyak Jargon yang diucapkan Soekarno namun implementasinya tidak terlihat, tetapi Soekarno selalu terlihat gagah hingga kini.
Kegagahan Soekarno di mata masyarakat ini jugalah yang dimanfaatkan para politikus-politikus kita, efek Soekarnoisme menjadikan masyarakat terkena sihir bahwa Jargon adalah hal yang dapat menyelesaikan masalah. Saya pernah menulis di blog pribadi wordpress saya, dengan judul " Kalau kau Hatta Rajasa dan Ketua Umum PAN Emang Kenapa ? Saya menuliskan artikel tersebut 8 tahun silam. Sudah saatnya kita merubah ini semuanya, politik dengan jargon ini telah membawa kita ke titik terendah dalam memacu persaingan di dunia global.
Mari kita lihat Jargon yang diusung oleh Jokowi pada periode pertama dan keduanya disaat menjadi Presiden RI, Revolusi Mental di periode pertama, lalu Indonesia Maju di periode kedua. Jargon ini tentu sangat bagus sekali, tapi bagaimana dengan implementasinya saat ini ? Apakah terlihat atau terasa kepada masyarakat secara langsung ? Padahal Jokowi sampai membuatkan sebuah kementerian yang mengurusi Revolusi Mental ini melalui KEMENKO PMK, apakah masyarakat dan politikus kita mentalnya sudah berubah ? Jawaban dari saya sudah pasti TIDAK.
Jokowi hanya menghadirkan Jargon, tidak dibarengi dengan langkah-langkah yang diperlu dilakukan dalam mengimplementasikan Jargon tersebut, tidak ada satupun buku Jokowi yang membahas tentang Revolusi Mental, demikian juga dengan Indonesia Maju, dimana ada buku dari Jokowi yang menggambarkan apa yang akan dilakukannya dalam membawa Indonesia Maju ? Semua ini bahkan saat ini hanya dibungkus di dalam meme atau hastag yang trending di jagat twitter.
Bukan hanya Jokowi pesaingnya pada dua kali Pilpres Prabowo Subianto juga hadir dengan Jargon-Jargonnya, Selamatkan Indonesia - Indonesia adil dan makmur, dan banyak lagi jargon yang dimunculkan lewat meme maupun hastag yang diolah agar menjadi trending topik, tapi bagaimana implementasinya ? Apakah mereka punya "cetak biru" untuk langkah-langkah yang akan dilakukan ? Sampai saat ini tidak terlihat, artinya Jargon yang akan dijalankan adalah langkah-langkah dadakan.
Itu sebabnya menurut saya, kita selalu melihat bahwa kepentingan para elit-elit politik lebih dulu diakomodir ketimbang kepentingan masyarakat, itu kena kita selalu melihat kenapa keputusan-keputusan yang diambil oleh para elit maupun pemerintah selalu lebih menguntungkan para konglomerat, karena memang mereka tidak punya dasar, tidak punya pondasi untuk menjalankan Jargon yang mereka usung, sehingga para konglomerat inipun hadir untuk mengamankan kepentingan mereka, dan pemerintahpun memunculkan segala pembenaran-pembenaran dari langkah yang diambil, dengan menghadirkan buzzer-buzzer politik.
Tidak hanya perorangan, Institusi pemerintah kitapun demikian, mereka hanya mampu menyampaikan jargon kepada masyarakat, tidak sampai dengan implementasi, POLRI PROMOTER MASYARAKAT , POLISI PENGAYOM MASYARAKAT, KPK HEBAT, dan masih banyak lagi jargon-jargon yang menghiasi kehidupan kita sehari-hari, dan tidak terlepas juga dengan Partai-partai politik, mereka hadir dengan segala macam jargon ke masyarakat dan inipun akhirnya menghadirkan Politik kebodohan di Republik ini.
Masyarakat kini harus jeli dalam menilai para elit-elit politik, baik di daerah maupun di pusat. Terlebih saat ini beberapa daerah akan melangsungkan yang nama PILKADA, baiknya masyarakat memiliki sifat kritis kepada para calon-calon kepala daerah tersebut, tanya dan minta pedoman dari jargon yang disampaikannya, jangan tanya dan minta mana uang dan sembakonya agar kami pilih. Kalau masyarakat tidak kritis akan jargon-jargon para calon kepala daerah maupun para politisi, maka politik kebodohan ini akan berlangsung secara terus menerus, dan keinginan kita untuk hidup sejahtera, tentram, aman dan damai akan sulit kita dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H