Lihat ke Halaman Asli

Tinjauan Hukum Administrasi Negara dalam Kewenangan Wakil Menteri di Indonesia

Diperbarui: 8 Desember 2022   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENDAHULUAN
Prinsip negara hukum pada dasarnya mengisyaratkan adanya aturan main dalam penyelenggaraan tugas - tugas pemerintahan sebagai aparatur penyelenggara Negara, dengan inilah kemudian Hukum Administrasi Negara muncul sebagai pengawas jalannya penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Berdasarkan asumsi tersebut tampak bahwa Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yaitu pertama, aturan aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat alat perlengkapan Negara itu melakukan tugasnya kedua, aturan aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.Permasalahan yang diambil dalam penelitia ini adalah bagaimanakah kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dan bagaimanakah kewenangan Wakil Menteri di Indonesia.Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normati sehingga sumber yang diambil dari kepustakaan,makalah-makalah serta perundang-undangan.  

RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang diambil dalam penelitia ini adalah bagaimanakah kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dan bagaimanakah kewenangan Wakil Menteri di Indonesia.Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normati sehingga sumber yang diambil dari kepustakaan,makalah-makalah serta perundang-undangan.
.
PEMBAHASAN TEORI
Kedudukan Wakil Menteri dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia Sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia baru mengenal jabatan Wakil Menteri sebagai jabatan politis. Dalam pembentukan awalnya diasumsikan bahwa sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia belum mengenal Nomenklatur istilah jabatan Wakil Menteri yang diangkat secara politis oleh Presiden melalui hak preogratifnya.

Dalam sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia, Menteri melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu sebagai pembantu presiden. Menteri memimpin lembaga Departemen dan Nomorn-departemen sesuai dengan kabinet yang disusun oleh Presiden. Menurut Pasal 9 ayat (2) Undang- undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa Kementerian Negara Departemen membawahi struktur birokrasi yang terdiri atas Sekretariat Jenderal (Sekjen), Direktorat Jenderal (Dirjen), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan. Sedangkan Kementerian Negara Nomorn-departemen memiliki Sekretariat Jenderal (Sekjen), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Deputi. Berangkat dari latar belakang filosofis mengenai pengangkatan jabatan Wakil Menteri adalah dalam rangka mendukung pelaksaaan tugas Menteri untuk meningkatkan kinerja di Kementerian Negara yang pengangkatannya sepenuhnya menjadi hak dari Presiden.

Dari penjelasan tersebut, maka pengangkatan Wakil Menteri merupakan hak dasar yang melekat pada Presiden. Dalam hal tersebut bahwa Presiden beranggapan bahwa terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus dalam suatu Kementerian Negara, maka berdasarkan hal tersebut Presiden mengangkat Wakil Menteri. Secara Umum tujuan pengangkatan Wakil Menteri antara lain: 

1. Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pemerintahan Negara yang berdaya guna dan berhasil guna. 2. Untuk lebih meningkatkan efektifitas pelaksaan tugas pokok dan fungsi di beberapa Kementerian Negara yang membutuhan penanganan secara khusus.

Dalam rangka menjamin terwujudnyatuuan dan sasaran tertentu yang hendak dicapai oleh suatu Kementerian Negara.
Menurut pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Risalah Sidang Perkara Nomor 79/PUU-IX/2011 Perihal Pengujian Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganggap bahwa Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengatur hal-hal yang pokok sehingga pelaksanaan lebih lanjut diatur dengan Undang- undang. Berdasarkan ketentuan konstitusi, pengangkatan Wakil Menteri itu adalah bagian dari kewenangan Presiden untuk melaksanakan tugas- tugasnya. Tidak adanya perintah maupun larangan di dalam Undang- Undang Dasar 1945 memberi arti berlakunya asas umum di dalam hukum bahwa "sesuatu yang tidak diperintahkan dan tidak dilarang itu boleh dilakukan" sepanjang tidak berpotensi melanggar hakhak konstitusional atau ketentuanketentuan lain di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Mahkamah Konstitusi, baik diatur maupun tidak diatur di dalam Undang-undang, pengangkatan Wakil Menteri sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan Presiden, sehingga dari sudut substansi tidak terdapat persoalan konstitusional dalam konteks ini. Hal tersebut berarti bahwa bisa saja sesuatu yang tidak disebut seara tegas di dalam Undang- Undang Dasar 1945 kemudian diatur di dalam Undangundang, sepanjang hal yang diatur di dalam Undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pengangkatan Wakil Menteri itu boleh dilakukan oleh Presiden, terlepas dari soal diatur atau tidak diatur dalam Undang-undang, maka mengenai orang yang dapat diangkat sebagai Wakil Menteri menurut Mahkamah Konstitusi, dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia, bahkan warga Negara biasa, sebab Presiden yang mengangkat Wakil Menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan bahwa "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian Negara tertentu", merupakan ketentuan khusus dari Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara a quo yang tidak mencantumkan jabatan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara Berdasarkan hal tersebut di atas yang juga karena Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak menjelaskan apa yang dimaksud "beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus" maka menurut Mahkamah Konstitusi, hal tersebutmenjadi diskresi Presiden untuk menentukan sebelum mengangkat Wakil Menteri dalam Kementerian Negara. Presiden juga memiliki kewenangan menilai seberapa berat beban kerja yang sehingga memerlukan pengangkatan Wakil Menteri. Begitu pula jika beban kerja dianggap sudah tidak memerlukan Wakil Menteri, Presiden berwenang juga memberhentikan Wakil Menteri yang bersangkutan. Sebelum adanya jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur tentang organisasi Kementerian Negara, yang terdiri dari unsur:
Pemimpin, yaitu Menteri; 2. Pembantu pemimpin, yaitu Sekretariat Jenderal; 3. Pelaksana tugas pokok, yaitu Direktorat Jenderal; 4. Pengawas, yaitu Inspektorat Jenderal; 5. Pendukung, yaitu Badan dan/atau Pusat; dan 6. Pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Kewenangan Wakil Menteri dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, membedakan antara wewenang (completence, bevoegdheid) dan kewenangan (author, gezag). Walaupun dalam prakteknya perbedaan antara keduanya tidak selamanya perlu.
Kewenangan apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (yang diberikan oleh undang-undang) atau berasal dari kekuasaan eksekutif administrative. Untuk itu tipe kewenangan tersebut menurut Prajudi Atmosidurdjo berdasarkanjenisnya, yaitu: 8 Kewenangan Prosedural, yaitu berasal dari peraturan perundang- undangan. Kewenangan Substansial, yaitu berasal dari tradisi, kekuatan sakral, kualitas pribadi dan instrumental.
Sedangkan jenis-jenis wewenang berdasarkan sumbernya wewenang, dibedakan menjadi dua yaitu wewenang personal dan wewenang offisial, yaitu: 9Wewenang Personal. Bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan untuk memimpin. Wewenang Offisial Merupakan wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya.
Berdasarkan uraian di atas mengenai jenis-jenis kewenangan yang apabila dihubungkan dengan beberapa kewenangan Wakil Menteri sebelum dan sesudah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 yang sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Pasal 69A, Pasal 69B, dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, untuk sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011.
Sedangkan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUUIX/2011 pengaturan mengenai wewenang Wakil Menteri yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Pada intinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara                                                            8 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Graha Indonesia, 1966, Hal 78. 9 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Graha Indonesia, 1966, Hal 78
pengaturan wewenang Wakil Menteri sebelum dan sesudah adanya pengaturan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUUIX/2011. Hanya saja dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara tersebut, dapat diatur lebih lanjut oleh masingmasing Menteri yang bersangkutan.Dengan demikian Menteri dapat secara leluasa memberikan tugas dan wewenang kepada Wakil Menteri untuk membantu tugas-tugas Kementerian Negara.

KESIMPULAN
Dalam sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia, Menteri melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu sebagai pembantu presiden. Menteri memimpin lembaga Departemen dan Nomorn-departemen sesuai dengan kabinet yang disusun oleh Presiden. Menurut Pasal 9 ayat (2) Undang- undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa Kementerian Negara Departemen membawahi struktur birokrasi yang terdiri atas Sekretariat Jenderal (Sekjen), Direktorat Jenderal (Dirjen), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan. Sedangkan Kementerian Negara Nomorn-departemen memiliki Sekretariat Jenderal(Sekjen), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Deputi. 2. Tipe kewenangan tersebut menurut Prajudi Atmosidurdjo berdasarkan jenisnya, yaitu:  a. Kewenangan Prosedural, yaitu berasal dari peraturan perundang- undangan. b. Kewenangan Substansial, yaitu berasal dari tradisi, kekuatan sakral, kualitas pribadi dan instrumental. Sedangkan jenis-jenis wewenang berdasarkan sumbernya wewenang, dibedakan menjadi dua yaitu wewenang personal dan wewenang offisial, yaitu:  a. Wewenang Personal bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan untuk memimpin. b. Wewenang Offisial merupakan wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya.

DAFTAR PUSTAKA
GadjongAgus Salim Andi. 2004. Pengantar hukum administrasi Indonesia. Jakarta. Hoessein,Benjamin. 2002.
Autonomy. FH UI: Jakarta. Hukum administrasi negara 2002, Pusat Study HTN Jakarta. 2008.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline