Lihat ke Halaman Asli

Bangkit Ardiansyah

Dhamma Writer, Speaker, Motivator

Kera Sakti Fiktif atau Fakta?

Diperbarui: 1 April 2021   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa yang tidak tau film kera sakti? Semua pasti pernah menonton nya pada masa nya. Sampai sekarang selalu ada film film kera sakti yang terbaru. Sebenarnya siapa kah kera sakti itu? Dan benarkah ada kera sakti pada jaman dahulu kala?

Jawaban nya ternyata tidak. Kisah kera sakti terinspirasi dari ajaran sang Buddha, dimana salah satu ajaran Buddha tentang tiga akar kejahatan, yaitu lobha, dosa, dan moha. Lobha disini berarti kebencian, dosa berarti nafsu kemelekatan, dan moha adalah kebodohan batin. Percis digambarkan oleh kera sakti yang membenci siluman siluman jahat, patkai yang nafsu tak terkendali terhadap wanita, dan hu ji yang dungu tidak tau mana yang baik atau buruk. Dan bhiksu Tong adalah kesadaran, yang harus mengendalikan tiga akar kejahatan ini agar tidak berulah. Begitulah filosofis cerita ini. Ketiga akar kejahatan ini bsrsemayam dalam tubuh dan pikiran setiap manusia bahkan dewa dewa pun masih memiliki nya. Jika seseorang sudah terlepas dari tiga akar kejahatan ini, tidak lagi membenci, nafsu melekat dan tidak ada lagi kebodohan batin. Maka orang ini berarti sudah mencapai Nibbana, atau ke Buddhaan. Sudah sama dan setara dengan Buddha. Yah, anda tidak salah dengar. Manusia pun bisa menjadi Buddha

Dalam ajaran Buddha tiga akar kejahatan ini adalah akar awal dari semua kejahatan di dunia ini. Dari membenci sesorang bisa membunuh, menindas, menyiksa, dari nafsu seseorang bisa korupsi, mencuri, memperkosa, dan dari kebodohan batin seseorang bisa berbuat jahat karena tidak tau mana yang baik dan yang buruk. Apapun itu bentuk kejahatan nya pasti inilah akarnya.

Kisah kera sakti adalah novel yang mendunia karya Wu Cheng En, yang menambah fiksi fiksi dari perjalanan Xuan Zhang (Tong Sam Cong) yang benar benar ke barat mengambil kitab suci. Hanya saja cerita di tambah tiga karakter siluman penjaga Xuan Zhang.

Tapi di beberapa tempat beribadah di klenteng raja Kera, dewa Kera pun masih dipercaya ada. Dan di sembahyangi beberapa pemercaya dewa dewi dari Tradisi China. Apakah ini adalah ajaran Sang Buddha?

Tentu bukan. Dalam ajaran Buddha, semua hal yang terjadi tidak tergantung oleh dewa dewa. Kita hanya sebatas menghormat saja ke dewa dewa. Tetapi nasib dan takdir dan nasib manusia kembali lagi kepada karma dan perbuatan nya masing masing. Menanam mangga tentu akan mendapatkan buah mangga. Penanam apel tentu akan memanen apel.

Sekian artikel saya untuk kesempatan hari ini, semoga dapat memperluas wawasan sahabat terkasih. Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline