Lihat ke Halaman Asli

Bangkit Adi Saputra

Penulis/Novelis/Pengamat Timur Tengah

Perempuan Semesta

Diperbarui: 13 Agustus 2024   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan Semesta/Dok Pribadi

Diana berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang mulai dewasa. Rambut hitamnya tergerai, mata sayunya menyiratkan keletihan yang tak mudah dipadamkan. Usianya masih muda, tapi beban yang ditanggungnya tak sepadan dengan umur yang baru menginjak delapan belas tahun.

Ia tinggal bersama ayah dan kakak laki-lakinya, Bima, di sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan yang pas-pasan, sementara Bima, yang seharusnya kuliah, memilih bekerja sebagai sopir ojek online untuk membantu ekonomi keluarga. 

Diana sendiri baru saja lulus SMA dan bermimpi melanjutkan kuliah, tapi keadaan memaksanya menunda impian itu.

Ibunya meninggal dunia setahun setelah Diana lulus SMP. Penyakit kanker yang diderita ibunya berkembang dengan cepat, dan keluarga mereka tak mampu membiayai pengobatan yang memadai. Sejak itu, hidup Diana berubah drastis. Keluarganya semakin terpuruk dalam kemiskinan, dan Diana menjadi tumpuan harapan bagi ayah dan kakaknya.

Setiap hari, Diana bangun pagi-pagi buta untuk membantu ayahnya mempersiapkan sarapan. Setelah ayahnya berangkat kerja dan Bima mulai menarik penumpang, Diana mengambil pekerjaan apapun yang bisa ia lakukan. Mulai dari mencuci pakaian tetangga hingga menjadi asisten rumah tangga di rumah-rumah mewah di kota. Meski pekerjaan-pekerjaan itu melelahkan, Diana tidak pernah mengeluh. Ia percaya bahwa Tuhan dan semesta selalu membersamainya.

Keyakinan itu berawal dari pesan terakhir yang disampaikan ibunya sebelum meninggal. “Nak, ingatlah selalu, bahwa Tuhan dan semesta selalu ada untukmu. Jangan pernah ragu untuk bermimpi, karena Tuhan akan selalu membukakan jalan bagi yang percaya.”

Kata-kata itu melekat dalam benak Diana. Setiap kali ia merasa lelah dan hampir putus asa, ia selalu mengingat pesan ibunya, dan itu memberinya kekuatan untuk terus maju.

Suatu hari, ketika Diana sedang mencuci pakaian di sebuah rumah besar, ia menemukan sebuah amplop di bawah lemari di sudut ruangan. Amplop itu tampak sudah lama terselip dan berdebu. Tanpa sengaja, isinya terjatuh—selembar cek dengan jumlah yang sangat besar. Diana tertegun, hatinya berdebar kencang. Ia tahu betapa pentingnya uang itu bagi keluarganya, tapi ia juga tahu bahwa cek itu bukan miliknya. 

Dengan tangan gemetar, Diana mengembalikan cek itu kepada pemilik rumah, seorang wanita paruh baya yang terlihat kaya raya. Wanita itu terkejut dan berterima kasih atas kejujuran Diana. “Tidak banyak orang yang akan melakukan hal sepertimu, Nak. Apa yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikanmu?” tanya wanita itu.

Diana hanya tersenyum. “Tidak perlu, Bu. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan.”

Wanita itu tampak kagum dengan jawaban Diana. Setelah mengobrol sejenak, wanita itu mengetahui kondisi keluarga Diana. Tanpa sepengetahuan Diana, ia memutuskan untuk membantu. Seminggu kemudian, Diana menerima surat panggilan untuk mengikuti seleksi beasiswa di sebuah universitas ternama di kota. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline