Lihat ke Halaman Asli

Fakta Rumput Laut dalam Membantu Mencegah Pemanasan Global yang Ditimbulkan Sapi

Diperbarui: 16 April 2021   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi.bisnis.com

Selama ini sering kali terlintas pemikiran bahwa sektor yang memiliki andil yang cukup besar dalam pemanasan global adalah sektor industri, dikarenakan dalam menjalankannya menggunakan mesin-mesin canggih serta proses yang rumit. Ditambah lagi bukan hanya prosesnya yang kompleks sehingga memungkinkan dalam mendukung pemanasan global, limbah yang dihasilkannya pun juga memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan. Namun ternyata terdapat sektor yang juga memiliki peran besar dalam pemanasan global, yakni sektor pertanian.

Peternakan sapi diketahui sebagai salah satu penyumbang penyebab terjadinya pemanasan global. Hal ini dikarenakan sektor peternakan sapi menghasilkan emisi yang menjadi salah satu gas rumah kaca yakni gas metana dengan dampak yang cukup besar bagi pemanasan global. Gas metana diketahui dapat mempercepat terjadinya pemanasan global dikarenakan gas metana mampu menahan panas di atmosfer bumi lebih lama dibandingkan dengan karbon dioksida. Rusaknya atmosfer bumi ini sangat berpengaruh pada perubahan iklim, yang kemudian akan berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi.

Jika ada pertanyaan mengenai bagaimana sapi bisa menghasilkan gas tersebut, maka jawabannya adalah gas tersebut dihasilkan ketika sapi bersendawa, buang angin dan juga mengeluarkan kotoran. Atas alasan inilah maka banyak aktivis lingkungan yang menyuarakan untuk tidak mengonsumsi daging sapi karena dianggap membantu mempercepat pemanasan global. Gerakan untuk berhenti mengonsumsi daging sapi ini juga sudah diterapkan oleh masyarakat di belahan dunia lain utamanya di negara maju. Ternyata para ahli lingkungan juga memaparkan bahwa selain menghasilkan gas metana yang tidak ramah lingkungan, peternakan sapi juga dilakukan secara masif sehingga mengakibatkan terjadinya deforestasi atau penghilangan hutan untuk dijadikan peternakan sapi. Di Amazon penggundulan hutan sebanyak 80 persen dikarenakan adanya peternakan sapi.

Namun ternyata penelitian yang dilakukan oleh World Food Center bekerja sama dengan peneliti dari University of California Davis baru-baru ini menemukan bahwa jika sapi diberi makan rumput laut, maka akan mengurangi emisi gas metana yang dihasilkan hingga 82 persen. Hal ini kemudian dianggap lebih baik bagi lingkungan. Gimana ceritanya rumput laut bisa mengurangi emisi gas metana yang dihasilkan sapi sampai sebanyak itu? Jadi, dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa jika pakan sapi dicampur dengan rumput laut selama jangka waktu lima bulan maka gas metana yang dihasilkan sapi akan berkurang hingga 82 persen.

Kok bisa?? Iya, jadi begini, proses ilmiah sapi menghasilkan gas metana itu dimulai dari saat sapi makan, kemudian sapi akan memproduksi gas metana untuk mencerna makanan yang berserat tinggi/high fiber. Namun, ternyata terdapat rumput laut yang bernama Asparagopsis taxiformis yang dapat melawan proses tersebut, sehingga dapat menekan produksi gas metana dan kemudian menjadi berkurang.

Memang gas metana seberbahaya itu ya? Iya, betul. Gas metana memang lebih mudah menghilang, namun di sisi lain gas metana juga lebih efektif dalam menahan panas di atmosfer hingga 30 kali lipat jika dibandingkan dengan karbon dioksida. Di Amerika Serikat sendiri, pada sektor agrikultur sudah berkontribusi menghasilkan emisi gas hingga 10 persen, dan sebagian besar berasal dari gas metana tersebut. Selain itu di Jerman, sebuah peternakan di Rasdorf pernah meledak dikarenakan kentut sapi. Hal ini dikarenakan gas metana yang dihasilkan dari sapi yang buang angin sudah sangat menumpukdari totalnya ada 90 ekor sapi di peternakan tersebut. Seekor sapi dapat menghasilkan 200 kg gas metana per tahunnya.

Gas yang dikeluarkan sapi baik berupa buang angin maupun sendawa mengandung dua pertiga senyawa amonia. Di mana senyawa amonia sangat beracun bagi hewan yang hidup di air dan berisiko mencemari tanah yang subur. Berangkat dari beberapa fakta tersebut, maka kemudian para peneliti berusaha mencari alternatif jalan keluar agar manusia masih bisa mengonsumsi daging sapi tanpa berkontribusi negatif terhadap lingkungan. Maka akhirnya dilakukan penelitian tersebut dan ditemukanlah alternatif rumput laut ini.

Setelah ditemukannya alternatif rumput laut ini, maka yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah berusaha untuk menjawab tantangan tentang bagaimana memastikan bahwa jenis rumput laut Asparagopsis taxiformis ini memiliki supply yang cukup untuk para peternak sapi. Hal ini dikarenakan mengingat jumlah sapi ternak yang banyak dan supply rumput laut yang terbatas.

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tepatnya dua tahun yang lalu yakni tahun 2019, memaparkan bahwa pemberian rumput laut sebagai makanan sapi perah untuk mengurangi produksi gas metana tidak mempengaruhi hasil produksi susu. Begitu pula pada penelitian terbaru kali ini pada sapi potong, juga tidak terdapat perbedaan rasa daging pada sapi yang diberikan pakan rumput laut. Pada intinya rumput laut ini memiliki peran yang cukup besar dalam mencegah pemanasan global dari sektor peternakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline