Lihat ke Halaman Asli

Puisi Anakku Terbilang (Lembar Pertama)

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

jika anaknya tidak membuta // akibat pecahan bom waktu // mereka tidak memperlakukan dia // seperti anaknya sendiri

tidak terjadi apaapa //kata mereka kekar berkalikali

sementara //kami segaris memori tersusun //subbagian kecil jerat pupa // di kacakaca kedap suara //lama tersapa // daripadadaripadad a r i p a d a //generator idiomkan iklaniklan di ujung trotoar // skala menjengkal fakta jejal menjejal berkoarkoar //menyudahi semudah memperkosa berita //dekade serumpun minimalis di kakikaki meja //mempernyawa pelukan membius lengah //memarak logika kanakanak // meluruh di kala terimun kesangatan rasa //senyaman hangat selimut penjara // malammalam membebal bala //dan leherleher tersketsa //hitam berbintik selaka // diiringi cangkrikcangkrik nyaring menggema //penyangkalan di sanasini menjelma //dengan membasuh wajah

aibmu bukan darah kita

mungkinkah sayatan sumsum memerih //merentakrentak tulang melepas sendi //mungkinkah tanyatanya terdiam nyeri //manusia peti mati petikan kayukayu neraka berpetipeti //mungkinkah menggelar kemenangan berkaki //yang setiakan repihrepih terinjakinjak menyepi //mungkinkah semua tradisi sanksi //terpicing berjualbeli

sementara //kacakaca kita seribu mikrofon bertangkai //modulmodul kebanggaan kita saban hari dikencingi //air liur dari palet rumah kaca hargaharga mimpi //rintihan bait pertama dan akhir paragrafkan saksi

koma identikkan kebekuan //kala titik meniadakan koma //lupa dirahib keharuman //mengampu getageta bernama //memantaskan lininya terdepan //menggiring telingatelinga nanah bernanah //di atas detak nadinadi melarik //titik dan koma kerendahan hati merindukan detik

malam hari kami menarik bulan //saat merasakan panasnya mentari //karna siangmu liurkan mentari // saat tanganmu sedingin malam //di ujung pisau palet ruap meruap lula kami //di atas kanvas jiwa terbelah membiarkan diri //deras membabar surga baru menjerang diam //jawablah jika ingin tidaklah lagi // sandarkan kalam //merahimi

engkau sendiri tak beraksara //kala Hirasmu menyeberang arah //sesungguhnya ingin mendengar mu saat terlihat buta //seperti embunembun berpangku teduh di dedaunan //sebelum fajar sadarkan apa yang telah terjadi //begitulah kicauan burungburung dari mimpimimpi //jiwamu kusumakusuma yang tidak pernah meniadakan //cahayacahaya bersangkar lupa //katakanlah diammu melalui rahasia mereka

jika sedari dulu ada di tangan kiri //bom waktu karna di tangan kanannya //pupapupa dari rumah kaca berkatarak sunyi // dia menjauhkan mata batinnya bermakna //dengan segala alasan dan cara // hingga terbuka misteri waktu dan kebenaran // cara mereka memperlakukan

-----------------------------------------

Latar tulisan (renungan Bara’)

Belum tentu kehamilan di luar nikah hanya disebabkan kesalahan pergaulan remaja. Karena “sebab” tidaklah berdiri sendiri.

Tulisan terkait : Pengantar Puisi Anakku Terbilang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline