Lihat ke Halaman Asli

Fiksioner? Wilayah Pribadi Naga dan Kaga Berhahahihi, Admin Mau Ikutan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Fiksi dan Sesa
Teriaklah dengan tanda tanya berjungkir balik seribu kali seperti geliat tarian naga naga . Dimana simfoni berharmoni ?  Pernahkah menjadi sesa? Sesa itu yah sesa. Pengap ? jadilah kamu kayak penakar isi jagat raya dengan satu bentangan tangan. Lalu termangap mangap dengan sesendok butir butir racun literalisme pengganjal jar jiwa yang lapar akan makna. Sesak nafas hanya untuk berpikir keras, siapa dan apa rupa kerut separas sifat sifat hanya karena rangkaian aksara berfenomena ? Sibuk mencari kaga (naga bersayap) dan naga lain berpihak? Padahal tergali renungan Sesa (naga tertua) nafaskan hawa dewa ketika terukur kedalaman gua. Fiksi itu yah fiksi. Superior? Tidak perlu dikejar kejar. Cukup berdiri diam di atas definisi dan statuta yang sudah berlaku seperti di khayangan. Nagari penuh dengan 1001 netiket. Bukan hukum non proliferasi ide dan regulasi connecting yang di atur atur layaknya mencabik tajam ke ranah properti pribadi. Lihatlah keutamaan keutamaan, tutup satu mata melihat profil. Para siswa pun malu mengatup mulut menahan tawa, malu, melihat wasit merasa berhak menendang bola sendiri ke gawang pemain karena terusik gaung suara penonton. Setengah jam pertama sebagai wasit, setengah jam kedua sebagai hakim agung moral, setengah jam sisanya asyik bermain dengan gerimis hujan. Bersama sama. Lantas berkata, "Hai, kamu kamu itu yang masih berstatus bocah ingusan, numpang, ku beri kartu kuning berkali kali untuk tidak berdiri. Lalu ku atur konspirasi, akulah si anak emas yang pantas diagung agungkan penonton selama lamanya." Admin yang menjadi milik fiksioners secara akur akuran, sisi lain awut awutan ? Ada atau tidak anak tiri ? Sesa mawas diri menunggu titah dewa.

Akung Bercerita
Sesa bertapa di dalam gua. Alam pikirannya terpusat pada persahabatan, belajar menari dibawah gerimis hujan peradaban, berbagi inspirasi menjadi embun embun penyejuk jiwa, membangun kepercayaan di bawah udara cerah dari  kekuatan murni diri sendiri dan efek yang dikehendaki. Saling menghormati,  menghargai, mengagumi, meninggikan.** Berlimpah ruah cara bangkitkan diri di sana. Jauh dari alam pikiran yang terkonsentrasi pada hal hal yang dibenci, hal hal yang membuat ia dimusuhi, perselisihan dan bayangan bayangan yang mengerikan.* Apa yang terjadi setelah bertapa? Sesa jelmakan kedukaan menjadi buah ranum suka cita berlimpah limpah. Hijau hutan segar nan cemerlang. Semarak warna warni bunga bunga. Membuanakan ornamen ide. Turunlah dengan serta merta anugerah agung. Sesa menjadi dewa. Tidak ada hubungannya dengan taring taring naga yang berseteru atau nafas bola api kumpulan kaga. Kung, aku rindu cerita ini berulang. Walaupun gerak mulut akungku komat kamit lenturkan pipi yang bertabrakan karena ompong. Mata rindu melihat siapa yang pertama tersenyum tegar, lebar lebar, dengan kerendahan hati. Ku gelari ia sebutan manusia setengah dewa.

Tutur Khalil Gilbran
Berkatalah seorang filosof kepada seorang penyapu jalan, "Aku iba padamu. Tugasmu berat dan kotor". Penyapu jalan itu berkata, "Terima kasih, Tuan. Tapi katakan padaku apa gerangan tugasmu?" Dan filosof itu berkata tegas, "Aku mempelajari pikiran manusia, perilaku dan nafsu mereka." Kemudian penyapu jalan itu pergi sambil menyeret sapunya dan berkata dengan senyum mengembang, "Aku pun iba padamu." (Kata-kata Dasyat Sang Maha CInta, hal.95)

Catatan HariFiksiKompasiana
Tentang maksud dan tujuan ajakan aksi damai, penulis mendukung dan ikut prihatin. Percaya, bahwa sebenarnya tidaklah sulit menempatkan satu tulisan berkriteria baik dari semua karya fiksi setelah healine terakhir. Bingung juga dimana letak kerumitan itu selama dua minggu. Selalu tidak ada kejelasan dari admin. Baiklah kita berpandangan positif saja. Cara ini tidak berarti memandang sesuatu yang bernuansa negatif, tidak memiliki sama sekali arah yang positif. Belum tentu toh. Karena dalam banyak hal, kita akhirnya dapatkan gambaran utuh setelah diketahui sebanyak banyaknya track record berfenomena. Banyak hal membuktikan admin respek dan cepat tanggap. Misalnya dengan perubahan atau penambahan rubrik catatan harian di lifestyle. Suatu yang pastas disyukuri, termasuk tetap bersyukur seandainya jika tidak. Mengapa? Wadah untuk wacana kita ini adalah berdasarkan kerelaan dan kesadaran bersama. Fasiliatas ini cuma cuma. Admin atau pihak penyelenggara bukanlah pekerja atau pihak yang mendapatkan keuntungan material langsung dari kita. Tetapi dibalik semua itu, ada implikasi yang menguntungkan kedua belah pihak. Tidak ada paksaan di sana. Mau silahkan, tidak mau, tidaklah harus tidak ada kerelaan. Renungan, apakah hanya itu kualitas reaksinya di banding kondisi ideal bersama untuk bersimbiosis? Di sisi lain, dari kesepakatan yang tertuang dalam TOS atau peraturan, jelaslah pendasaran ini berarti memasifkan eksistensi,  tanggung jawab dan integritas admin sendiri menempatkan diri. Disini letak terjadinya masalah pengabaian itu. Apakah ada kesengajaan atau mungkin kealpaan, atau bahkan ternyata adanya unsur "suka tidak suka" dengan memanfaatkan kebetulan tanpa aturan main yang jelas dan tandas tentang headline, dan perlu dijadi tanda tanya baru? Maka jelaslah ini berbicara konsistensi admin. Kita berharap tidak ada alasan sistem yang terlahir, atau penempisan aksi atas dasar gengsi, yang justru untuk mematikan keinginan belajar dan semangat berkreasi. Termasuk pentingnya refleksi diri, mengapa kompasianers hilang satu persatu. Perlu lapang dada untuk melihat dengan jernih.

Perkenankan diperluas kemana mana (ups, sudah dari tadi yah) dan, mari bertanya, manfaat yang seperti apa, bicara pribadi pribadi orang bagi Sang Waktu yang terus berlari. Waktu adalah gagang kunsi sukses. Mari bertanya, seperti apa kebebasan ekspresi karya adalah kekuatan inspirasi. Sayang bila situasi terjadinya deras hujan ide tertampung dengan bejana yang berlubang lubang. Sulinglah kabut putih menjadi embun embun bening sintesa hati, aku (wus, apalagi), kamu dan admin. Buanglah kerikil resistansi yang mengauskan sendi sendi jiwa. Manfaat yang diambil sebanyak banyaknya dari sebuah karya, sampah atau bukan, berkualitas atau bukan, berbobot atau bukan, indah atau bukan, romantis atau bukan, cerdas atau bukan, adalah jiwa bagi karsa, inspirasi  dan karya karya baru brilian kita, berkas yang ABADI sepanjang masa. Semoga kita perbaharui lagi tata interior rumah kita dengan senyum keren, gagah gagah, indah dan manis merekah dengan lapang dada. Rumah ini telah banyak mencetak penulis penulis handal. Semakin hari, semakin berkilap talenta para sahabat layaknya kilauan mutiara mutiara nusantara. Kompasiana telah menjadi rahim dan sanggar tumbuhnya tunas tunas kreator ulung bagi mereka yang berhasrat tinggi menggali potensi. Sayang khan? Itu sajalah titipan tak berguna ini, dongeng tak bermutu ini, dan berserakan kemana mana untuk harifiksikompasiana. Salam Kompasiana.  Hidup FIKSI. Berharap, Sesa tersenyum hari ini karena hatimu sebenarnya adalah mata dewa.

note; maaf terlambat, kerepotan ngatur waktu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline