Era pandemi Covid-19 “menerjang” bumi ini dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Fenomena ini juga dirasakan di nusatara ini khususnya negeri paling barat yang terkenal dengan sebutan “Serambi Mekkah” meskipun tidak sedikit warganya yang jauh dari nilai-nilai “Serambi Mekkah”nya.
Era pandemi masih menggema, namun roda dan semangat pendidikan tidak boleh luntur. Terlebih penuntut ilmu dengan usia yang sudah menanjak umur berkepala dua atau lebih di samping tugas dan kewajiban dalam keseharian baik di rumah atau pekerjaan atau dinas masing-masing.
Fenemena juga dirasakan dan di lakoni oleh mahasiswa program Pascasarjana doctoral UIN Ar-Raniry Banda Aceh jurusan PAI unit Dua angkatan tahun 2019 yang kini keberadanya sudah semester tiga. Ruang ini tergolong “unik” dengan segala keberagamannya, kombinasi lintas umur, lintas beragam structural, ada yang guru, dosen, pimpinan dayah, guru rangkang, petinggi ASN di Dinas Propinsi dan lainnya termasuk pengayom di balik Jeruji besi (penjara suci) juga “mahaguru” alias widyaswara.
Belajar level doctoral dengan mahasiswa “ureng ka syiek” tentunya suasananya berbeda tanpa mengurangi norma keadaban dan tatakrama di dunia taklim (belajar mengajar). Angkatan unit dua ini terasa hampa tanpa hadir beberapa “motivator” dan tokoh “kunci” meskpipun sebenarnya semua ada sfesifiknya tersendiri yang berbeda nuansa dan aura sehingga lewat perbedaan itu selalu “hidup” dan semangatnya belajar.
Suasana belajar dengan mata kuliah matematika (statistik) zoom telah dirintis dan di era ini meskipun terkadang dengan mata kuliah dengan label yang “menakutkan” dan memerlukan energy khusus dalam memahaminya seperti halnya dengan statistic.
Namun sang “muallim” bertangan dingin" yang juga suami Dr. Sri Rahmi, MA sosok dosen enerjik dan dekat dengan semua kalangan termasuk anak didiknya laksana anak sendiri. Dr. Zainal Abidin, M. Pd pemikdoctor lulusan Universitas Negeri Surabaya tahun 2012 dan sebelumnya sempat mengambil magister di Universitas Negeri Malang sebelum Tsunami Aceh tahun 2002 yang keduanya menjadi ‘muallim” di almamaternya “jantung hate” rakyat Aceh negeri Darussalam.
Sentuhan dosen “bertangan dingin” kelahiran Pidie ini mampu meracik dengan segudang pengalaman menjadikan mata kuliah statistik dari status “maop” menjadi “santapan” yang “memuaskan” bahkan mampu di cerna dengan mudah.
Suasana belajar dengan komting abadi Tgk. Shadiqin yang sejak menjadi mahasiswa di kampus Darussalam kerap dipercayakan sebagai nakhoda. Tgk AmiruddinCek gu di salah satu sekolah di negeri kelahiran Aceh Besar itu plus pemilik suara merdu dan sering diundang menjadi Imam jemputan, menjadikan unit dua mampu di “desain”dengan baik dan itu tidak terlepas dari “bensin” penghidup roda unit dua alias bendahara yang mempiawai dalam mengelola anggaran? Who is he?
Sosok enerjik berbadan mungil Lisma Wani tertulis saat pendaftaran di S1- hingga S3 di kampus Darussalam itu. Perempuan yang sempat mondok dan nyantri di salah satu dayah erbesar di Teupin Raya Pidie juga istri dari senator ulung di DPRA Iskandar Al-Farlaky yang sudah dua periode di percayakan di parlemen Aceh.
Ternyata panggilan masyhur “ Istri Bupati Aceh Timur” (meminjam Istilah Tgk. Shadiqin) awalnya sebuah sebutan biasa ternyata doa dan ini penulis mendengar sendiri saat salah seorang anggota dewan DPRA menerima telepon dari Al-Farlaky di panggil dengan “Wa’alaikum salam Bupati….”.