Setiap Lebaran menjadi satu momentum silaturahmi dengan sanak-saudara, kerabat dan teman-teman. Tetapi persoalan jarak dan waktu, sehingga mudik menjadi satu sarana untuk silaturahmi.
Setiap tahun peristiwa ini selalu kita tunggu baik yang merantau ataupun yang dirumah. Peristiwa mudik menjadi satu catatan penting dalam perjalanan hidup kita. Banyak cerita indah , suka dan duka tentang mudik.
Bagi penulis nikmatnta Lebaran ketika melakukan mudik lebaran. Hanya untuk shalat ied di kampung halaman dan bertemu dengan keluarga besar penuh perjuangan.
Betapa susahnya untuk mendapatkan tiket mudik entah lewat udara, darat maupun laut. Begitu pun ketika kita sudah mendapatkan tiket masih ada kenikmatan lain seperti macet dan antrian. Manajemen waktu benar-benar diterapkan agar waktu yang singkat bisa terakomodir semua jadwal bertemu dengan kerabat dan sahabat.
Saat mudik teman perjalanan seperti saudara, apapun yang terjadi kita tetap menjadi satu team perjalanan. Apalagi ketika kita mudik menggunakan sepeda motor , tanpa janjian tetapi ketika diperjalanan bertemu dan semakin banyak. Begitu juga yang menggunakan kereta api , kapal laut maupun busuk. Sangat menikmati perjalanan dengan segala kondisi.
Pernah suatu ketika karena pekerjaan tidak bisa mudik. Awalnya biasa saja tidak ada kendala atau perasaan apapun. Tetapi keesokan harinya ketika usai shalat ied, tangisan tanpa sadar mengucur deras.
Ingat orang tua, ingat saudara, ingat teman, ingat makanan rumah dan ingat semuanya. Ditambah lagi nyari makanan juga susah begitu ada harganya mahal.
Lebaran di perantauan sungguh sangat menyiksa dan sedih karena jauh dari saudara. Sampai saat ini ketika terjadi mudik air mata ini selalu meleleh. Teringat bagaimana ketika berdesak-desakan di terminal, stasiun ketika akan mudik.
(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng|)